Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan sedang mempertimbangkan penggunaan pasal obstruction of justice terhadap Pansus Hak Angket KPK, karena dianggap menghalangi proses hukum di KPK, menyusul pemanggilan Direktur Penyidikan KPK Brigjen (Pol) Aris Budiman dalam RDP di gedung DPR RI, Selasa (29/8/2017) lalu.
Tulisan ini mencoba menelaah fokus pintu masuk yang lebih tepat bagi KPK untuk membidik pimpinan dan anggota Pansus Hak Angket KPK dan apakah unsur-unsur pasal obstruction of justice telah terpenuhi.
Mengenai hukumnya
Ketentuan obstruction of justice atau mengganggu/menghalangi proses hukum dalam kasus korupsi di Indonesia terdapat dalam Pasal 21 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi:
"Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)."
Penjelasan pasal ini menyebutkan: cukup jelas. Sekalipun, sebenarnya, materi muatan pasal ini mengandung sifat "pasal karet". Disebut demikian karena tidak jelas batasan atau ruang lingkup 'mencegah, 'menghalangi', atau 'menggagalkan'. Ditambah lagi ada frase 'secara langsung atau tidak langsung'. Karenanya, penerapan pasal ini sangat tergantung tafsir penyidik, penuntut umum dan hakim dengan mendasarkan pada pendapat ahli hukum terkemuka.
Menurut R Wiyono (2008: 158-159), elemen utama dari tindak pidana Pasal 21 UU No 31/1999 adalah perbuatan pelaku berupa mencegah, merintangi dan menggagalkan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa atau para saksi dalam perkara korupsi.
Yang dimaksud mencegah dalam konteks ini adalah, pelaku telah melakukan perbuatan tertentu dengan tujuan agar penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan tidak dapat dilaksanakan dan usaha pelaku tersebut memang berhasil.
Sedangkan merintangi mengandung arti, bahwa pada waktu penyidik, penuntut umum atau pengadilan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa atau para saksi, pelaku telah melakukan perbuatan dengan tujuan agar penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang sedang berlangsung tersebut terhalang untuk dilaksanakan dan apakah tujuan tersebut tercapai atau tidak, bukan merupakan syarat.
Sementara menggagalkan berarti pada waktu penyidik, penuntut umum atau pengadilan sedang melakukan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi, pelaku telah melakukan perbuatan tertentu dengan tujuan agar penyidikan, penututan atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang sedang dilaksanakan terhadap tersangka atau terdakwa atau para saksi tidak berhasil dan usaha pelaku tersebut berhasil.
Perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan tersebut di atas dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Langsung, artinya: dilakukan oleh pelaku sendiri atau dalam bentuk penyertaan (vide Pasal 55 dan 56 KUHP). Secara tidak langsung, artinya: melalui perantara.