Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jerat "Obstruction of Justice" Mengintai Pansus Angket KPK

6 September 2017   12:18 Diperbarui: 11 September 2017   09:56 3778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jajaran Pimpinan Pansus Angket KPK (KOMPAS.COM/NABILLA TASHANDRA)

Penalaran hukum paling sederhana sekalipun dengan mudah menarik kesimpulan bahwa pembentukan Pansus Angket KPK, sekalipun kerjanya kemudian bukan semata terkait kasus KTP-e, sangat kuat indikasi ditujukan untuk mempengaruhi atau setidaknya menciptakan posisi tawar berhadapan dengan KPK.

Bahwa kemudian Pansus Angket KPK memanggil Dirdik KPK Brigjen (Pol) Aris Budiman, hal itu dianggap menjadi satu kesatuan perbuatan yang berlanjut sifatnya. Pemanggilan tersebut makin menguatkan indikasi terhadap Pansus Angket KPK, ini andai KPK membidiknya dengan pasal obstruction of justice.

Pembelaan Pansus

DPR RI dan Pansus Angket KPK berdalih bahwa kedudukan Pansus Angket KPK adalah sah berdasarkan ketentuan konstitusi UUD 1945 khususnya UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), lebih khusus lagi Pasal 79 Ayat (1) dan (3) UU MD3. Sehingga tindakan Pansus Angket KPK tidak dapat dibawa ke proses hukum.

Namun jumhur ahli hukum tata negara dan administrasi negara di Indonesia, sebagaimana tercermin dari pendapat hukum mereka yang disampaikan kepada KPK, pembentukan pansus angket terhadap proses hukum di KPK adalah ilegal.

Alasan para ahli hukum tata negara dan administrasi negara adalah, pembentukan Pansus Angket KPK justru bertentangan dengan Pasal 79 Ayat (3) UU MD3. Pasal 79 Ayat (3) UU MD3 berbunyi:

"Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan."

Pemerintah yang dimaksud pasal ini, sebagaimana mitra dan fungsi pengawasan DPR ditujukan, adalah semua lembaga pemerintah dan lembaga pemerintah non-kementerian, dimana KPK tidak termasuk di dalamnya. Kesimpulan ini dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi No 12, 16,19 Tahun 2006 yang dengan tegas menyebutkan KPK bukan bagian pemerintah.

Kembali ke obstruction of justice. Bahwa kesimpulan KPK bukan bagian dari pemerintah, sementara DPR membentuk Pansus Angket untuk menyelidiki kasus korupsi di KPK, makin mendapat pijakan fakta hukum yang kuat bahwa telah terjadi obstruction of justice.(*)

SUTOMO PAGUCI

Artikel terkait:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun