Dengan putusan MK tersebut, penetapan tersangka, yang dulu bukan objek praperadilan, sekarang telah menjadi objek praperadilan.Â
Disamping itu, masih menurut MK, penetapan tersangka wajib dengan minimal 2 (dua) alat bukti. Tidak bisa lagi dengan konsep "bukti permulaan" yang masih sumir, misalnya cukup satu alat bukti ditambah laporan.
Dalam hubungan ini, pengumpulan alat bukti secara tidak sah, misalnya bukti direkayasa atau buktinya kurang dari dua, sebagai dasar penetapan seseorang sebagai tersangka, dapat digugat praperadilan di pengadilan negeri setempat. Rekayasa bukti berupa mengada-adakan bukti yang sebenarnya tidak ada.
Dengan putusan MK tersebut, maka kini penyidikan makin ketat dan wajib memperhatikan asas due process of law, penegakan hukum yang benar dan adil, untuk melindungi hak asasi tersangka (atau calon tersangka).
Siapa saja yang ditetapkan tersangka secara sewenang-wenang dapat menggugat praperadilan. Jangan heran telah banyak penetapan tersangka dibatalkan oleh pengadilan, sebut saja dalam kasus dengan tersangka Komjen Budi Gunawan, Hadi Poernomo, Dahlan Iskan dll.
Ajukan ke pengadilan
Berhubung makin ketatnya proses penyidikan dan penetapan tersangka terhadap seseorang maka diasumsikan penyidik dalam perkara dengan tersangka Rizieq Shihab telah didasarkan pada alat bukti yang sah minimal dua.
Dari luasnya pemberitaan media massa, publik jadi tahu telah cukup banyak saksi-saksi fakta dan ahli yang diperiksa. Pun dengan pengumpulan barang bukti, berupa kloning percakapan melalui Whatsapp, sprei dan televisi Firza Husein, foto, dll. Dengan demikian syarat jumlah minimal alat bukti telah terpenuhi.
Sedangkan menyangkut alasan bahwa kasusnya bersifat politis sudah jelas bukanlah alasan penghentian penyidikan melalui prosedur SP3. Bagi hukum, bahkan terbukti perkaranya politis sekalipun, asalkan prosedur penyidikan dan penetapan tersangka sah menurut hukum maka itu sudah cukup atau tidak melanggar hukum.
Dalam hubungan ini, penyidik tidak berwenang mengeluarkan SP3 jika ketentuan Pasal 109 Ayat (2) KUHAP dan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tidak terpenuhi. Mengeluarkan SP3 tanpa dasar hukum yang kuat akan membuat penyidik digugat praperadilan pula oleh penuntut umum.Â
Sekedar informasi, praperadilan tidak hanya dapat dilakukan oleh tersangka, penuntut umum pun dapat menggugat praperadilan. Jadi ada prosedur check and balance System terkait SP3 antara tersangka dan penuntut umum.