SAAT ANGIN bertiup pelan, permukaan Danau Gunung Tujuh nampak begitu tenang seolah berhenti bernafas. Di bawah langit mendung bulan April, permukaan danau ini berganti-ganti warna antara biru, hijau toska dan biru-silver.
Sabtu pagi, 1 April 2017, suasana danau nampak sangat sunyi. Hanya ada saya, dua orang pendaki lainnya, dan Pak Wis, operator biduk yang menawarkan jasa mengantar para peziarah ke seberang danau.
Memandang danau dari sisi Utara (dokpri)
Suasana danau yang hening dan tenang (dokpri)
Waktu itu saya mendaki sendiri. Sengaja tiba di danau pada Jum'at (31/3/2017), sore, pada saat susana danau masih sepi. Sampai di tepi danau sekitar pukul 17.30. Pada awalnya saya benar-benar sendiri, tidak ada orang lain terlihat di sekitar danau.
Pukul 18.10 tiba dua orang pendaki lain dari Jambi. Keduanya sama tujuannya dengan saya, yaitu menikmati suasana sunyi di danau ini. Pada hari Jumat biasanya memang masih jarang pendaki yang berziarah ke danau ini. Dengan demikian hanya ada dua tenda di tepi danau pada hari Jum'at sore, 31/3/2017.
Mengintip danau di pagi yang mendung (dokpri)
Sisi Barat danau (dokpri)
Sisi Barat danau hanya ada dua tenda (dokpri)
Sesaat setelah tenda berdiri di sisi Barat danau, matahari terbenam persis di balik gunung Madura Besi atau Gunung Gajah. Warna senja magenta sejenak meliputi area danau. Tak lama kemudian hujan pun turun dan kami masuk ke tenda masing-masing. Suara air hujan menerpa atap tenda dan gemuruh air terjun di samping kiri tenda mengiringi aktivitas di dalam tenda sampai tertidur.
Senja magenta di gunung Tujuh (dokpri)
Pemandangan spektakuler gunung Kerinci dilihat dari Danau Gunung Tujuh (dokpri)
Sebaliknya, ini pemandangan spektakuler Danau Gunung Tujuh dilihat dari puncak Gunung Kerinci (dokpri)
Pukul 5.30, 1 April 2017, saya terbangun. Hujan sudah reda. Langit di atas danau memang masih mendung, tapi setidaknya tidak lagi hujan. Tanpa pikir panjang saya langsung mandi. Ternyata air danau tidak terlalu dingin. Brr, tubuh terasa segar.
Pagi yang mendung bersama minuman hangat, cemilan dan danau (dokpri)
Udara segar, langit mendung dan segalanya tampak begitu tenang (dokpri)
Setelah memasak dan sarapan pagi, aktivitas kami hanya di tepian danau sekitar tenda. Menjelang pukul 8, saya menyeberang ke tepian danau sebelah Utara. Tempat penyeberangannya merupakan aliran air danau ke hilir yang jatuh menjadi air terjun.
Pagi itu, sisi danau sebelah Utara sama sekali tidak ada tenda pendaki. Di sini biasanya tempat favorit para pendaki mendirikan tenda, karena hanya di sini area cukup luas untuk mendirikan banyak tenda.
Sisi Selatan danau dilihat dari sisi Utara (dokpri)
Pagi yang silver (dokpri)
Sangat menyenangkan menikmati suasana danau yang indah, sendirian, ditemani cemilan dan minuman hangat. Hampir empat jam saya mengitari sisi Utara danau, duduk-duduk, foto-foto, main air dan membersihkan sampah-sampah yang berserakan. Cuaca siang agak redup karena langit dipenuhi awan mendung.
Selepas siang, satu per satu peziarah berdatangan di tepi sebelah Barat danau. Banyak sekali pendaki, mayoritas remaja belasan tahun, sebagian besar warga lokal. Hingga sore dan malam, para pendaki terus berdatangan. Pada pukul 21 sisi Barat dan Utara danau yang strategis praktis sudah terisi semua dengan tenda. Malam minggu yang riuh.
Melepas pandang ke kejauhan (dokpri)
Pagi semakin silver saja (dokpri)
Gunung Tujuh memang jauh lebih banyak dikunjungi pendaki dibandingkan gunung Kerinci. Masuk akal karena gunung Tujuh jauh lebih rendah dibanding gunung Kerinci, akses ke sana cukup mudah, jalannya relatif landai dan bagus.
Menikmati sisa kesunyian (dokpri)
Sebiduk sepenanggungan. Peziarah mulai berdatangan (dokpri)
Disebut gunung Tujuh karena memang benar-benar ada tujuh buah gunung melingkar mengelilingi danau ini, yaitu:
Gunung Hulu Tebo (2.525 mdpl),
 Gunung Hulu Sangir (2.330 mdpl),
 Gunung Madura Besi (2.418 mdpl),
 Gunung Lumut yang ditumbuhi berbagai jenis
 Lumut (2.350 mdpl),
 Gunung Selasih (2.230 mdpl),
 Gunung Jar Panggang (2.469 mdpl), dan
 Gunung Tujuh itu sendiri (2.735 mdpl). Benar-benar luar biasa.
Danau Gunung Tujuh dengan ketinggian 1.950 mdpl merupakan danau vulkanik tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Memang ada danau lebih tinggi di kawasan pegunungan Jaya Wijaya, Papua, tapi bukan danau vulkanik. Begitupun ada telaga yang lebih tinggi di gunung Talamau 2.750 mdpl, Sumatera Barat, namun hanya telaga, karena ukurannya kecil dan dangkal.
Pintu gerbang masuk ke kawasan Danau Gunung Tujuh (dokpri)
Mendaftar di pos resort ini. Per orang Rp.7500/hari. Parkir mobil Rp20.000/malam (dokpri)
Berbeda dengan Danau Gunung Tujuh yang luasnya mencapai 9,6 km dengan kedalaman bervariasi, titik terdalam berada di tengah-tengah danau perkiraan dalamnya lebih 100 m. Karena berada di kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) maka Danau Gunung Tujuh masuk warisan dunia UNESCO.
Untuk mencapai danau ini dengan berjalan kaki dari Pos Pendaftaran Gunung Tujuh di Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci. Berjalan sekitar 3-4 jam berjalan santai.
Pemandangan awal di kiri-kanan jalan. Di kejauhan nampak gunung Kerinci. Waktu itu saya diantar oleh seekor anjing pintar hingga ke pintu rimba (dokpri)
Sekitar 30 menit berjalan akan ketemu gerbang Bumi Perkemahan ini. Dari sini sekitar 20 menit lagi sampai pintu rimba (dokpri)
Pada awal perjalanan para pendaki akan melewati jalan berkerikil. Di kiri-kanan jalan akan disuguhi pemandangan ladang penduduk. Di kejauhan nampak berdiri gagah Gun12 ung Kerinci dengan ketinggian 3.812 mdpl (di GPS-Altimeter saya, diukur persis di atas batu di puncak tertinggi).
Akhir jalan berbatu di pagar PDAM. Belok kanan ke pintu rimba (dokpri)
Sampai di pintu rimba (dokpri)
Treknya mayoritas diliputi akar kayu begini (dokpri)
Sampai di puncak gunung Tujuh dengan area datar, ini, belok kiri menurun ke arah danau sekitar 10 menit (dokpri)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya