Kombes Krishna Murti terkesan arogan dan ngotot sekali. Sedari awal pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sudah meminta dilakukan otopsi forensik terhadap korban Wayan Mirna Salihin. Akan tetapi permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Krishna Murti. "Memang siapa dia minta otopsi ulang? Takut?" ujar Krishna Murti, Selasa (19/1/2016).
Belakangan terungkap di persidangan, penyebab kematian Mirna diragukan akibat sianida. Pasalnya, jumlah sianida di lambung Mirna hanya 0,2 miligram, itupun dimungkinkan secara ilmiah produksi alamiah tubuh manusia. Untuk dapat membunuh manusia jumlah sianida di lambung setidaknya di atas 250 miligram per liter (ahli lain menyebut 1.000 miligram per liter).
Andai saja waktu itu dilakukan otopsi forensik (lengkap), pada kesempatan pertama, maka kemungkinan besar akan terungkap penyebab pasti kematian korban. Ini tidak. Penyidik hanya meminta pengambilan sampel jaringan tubuh korban.
Alasan tidak dilakukan otopsi karena tidak mendapat izin dari keluarga korban. Padahal, menurut Pasal 133 dan 134 KUHAP, tidak harus ada izin keluarga korban untuk melakukan otopsi forensik bila tahapan prosedur sudah ditempuh. Dari sini kelihatan penyidik tidak profesional. Namun diingatkan pengacara malah tidak mau.
Kombes Krishna Murti bahkan sampai mengusir pengacara dari ruang pemeriksaan saat Jessica dimintai keterangan. Alasan Krishna, tidak ada kewajiban pengacara mendampingi saksi. Catat, tidak ada kewajiban bukan berarti tidak boleh. Tidak ada larangan hukum bagi siapapun untuk didampingi pengacara, dalam kesempatan apapun, apalagi dalam momen pemeriksaan di kepolisian.
Terlihat bagaimana penyidik perkara ini, khususnya Kombespol Krishna Murti, memposisikan advokat bukannya sebagai mitra sejajar sesama penegak hukum, yang sama-sama mencari kebenaran materil dalam suatu perkara pidana, melainkan sebagai musuh.Â
Tanpa kehadiran pengacara, keberimbangan dalam proses hukum pidana menjadi terganggu. Padahal keberimbangan demikian sangat penting untuk menghindari apa yang disebut "misscariage of justice", kegagalan dalam proses penegakan hukum.(*)
SUTOMO PAGUCI
Artikel terkait:
Menyoal Ketiadaan Otopsi terhadap Mirna
Masa Depan Perkara Jessica Bergantung pada Independen atau Tidaknya Hakim?