Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Panggilan dari Gunung Latimojong

21 Agustus 2016   15:17 Diperbarui: 22 Agustus 2016   10:39 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mba Nana dan view pagi di sekitaran puncak Rantemario, gunung Latimojong, Senin (15/8/2016) (doc/Wunwun Mauludi)

WAKTU EFEKTIF di gunung Latimojong tinggal sehari lagi. Sebab, pada esok hari tanggal 16 Agustus 2016 sore gunung ini akan dipadati banyak sekali pendaki yang akan merayakan peringatan 17 Agustus 2016. Kenikmatan dari kesunyian gunung akan hilang pada hari tersebut, tenggelam oleh hiruk-pikuk seperti di pasar.

Karena itu, Senin tanggal 15 Agustus 2016, pagi-pagi sekali, kami (saya, mas Berto, pak Wunwun, pak Freddy, mas Ade, mba Fince dan Nana) segera meninggalkan tenda dalam cuaca pagi pos 7 gunung Latimojong yang membekukan. Menuju puncak Ratemario 3.478 mdpl.

Rezeki pagi mas Ade (docpri)
Rezeki pagi mas Ade (docpri)
View puncak Nene Mori pegunungan Latimojong dilihat dari trek menuju puncak Rantemario (docpri)
View puncak Nene Mori pegunungan Latimojong dilihat dari trek menuju puncak Rantemario (docpri)
Ada banyak kemungkinan tujuan orang mendaki gunung. Ada yang bertujuan mendaki untuk merayakan momen spesial. Ada yang sekedar rutinitas hobi dan olah raga. Ada pula orang mendaki untuk memecahkan rekor tertentu sekaligus hobi dan rekreasi. 

Saya dan beberapa teman masuk dalam kategori terakhir. Saya sendiri sedang melanjutkan reli di sirkuit Seven Summits Indonesia, tujuh puncak tertinggi di Indonesia untuk wilayah jazirah Sulawesi: gunung Latimojong 3.478 mdpl.

Suasana puncak Rantemario pagi itu sangat indah. Cuaca begitu cerah. Langit bersih dan pandangan bisa dilepas hingga jauh. Hening dan damai. Maklum, waktu itu hanya group kami saja yang ada di puncak. Kalaupun ada canda tawa paling dari sesama kami saja.

Sejenak di puncak Rantemario 3.478 mdpl (docpri taken by Roberto Elordes)
Sejenak di puncak Rantemario 3.478 mdpl (docpri taken by Roberto Elordes)
Mas Berto, Pak drg. Freddy, Pak Wunwun, dan mba Fince (docpri)
Mas Berto, Pak drg. Freddy, Pak Wunwun, dan mba Fince (docpri)
Anggota group pendakian kali ini tersebar dari Jakarta hingga Padang. Karenanya tidak mudah untuk mencapai gunung Latimojong yang titik awal pendakiannya berada di Dusun Karangan, Desa Latimojong, Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang, Propinsi Sulawesi Selatan. 

Untuk mencapai titik awal pendakian tsb butuh waktu lebih dari dua jam naik jeep dari basecamp KPA Lembayung di Desa Baraka, melalui jalan berlumpur dan berbatu yang hanya muat untuk satu mobil, naik turun bukit yang terjal, sehingga jika berpapasan dengan mobil lain otomatis macet. Hanya truk dan jeep tinggi dan bertenaga besar yang sanggup melalui jalan ini. Sementara di kiri kanan jalan jurang yang sangat dalam.

Mendekati Dusun Karangan (docpri)
Mendekati Dusun Karangan (docpri)
Menaruhkan nyawa di tepi jurang! (docpri)
Menaruhkan nyawa di tepi jurang! (docpri)
Heran juga dengan pemerintah Kabupaten Enrekang. Mengapa jalan dari Baraka menuju Karangan dibiarkan sangat memprihatinkan, selama bertahun-tahun. Padahal pegunungan Latimojong adalah salah satu tujuan wisata penting di Indonesia bahkan dunia karena masuk dalam jajaran tujuh puncak tertinggi di Indonesia.

Belum lagi Desa Latimojong dan sekitarnya terkenal sebagai penghasil kopi arabika kualitas ekspor yang sangat terkenal. Karenanya Desa Latimojong selain tujuan wisata alam pegunungan Latimojong, juga tujuan agrowisata yang menjanjikan.

Contoh kopi arabika di Dusun Karangan. Buahnya kecil-kecil. (Docpri)
Contoh kopi arabika di Dusun Karangan. Buahnya kecil-kecil. (Docpri)
Biji kopi dengan kulit ari hampir kering dan siap jual dengan harga Rp.13.000/liter di Dusun Karangan (docpri)
Biji kopi dengan kulit ari hampir kering dan siap jual dengan harga Rp.13.000/liter di Dusun Karangan (docpri)
Untunglah perjalanan berat menjuju pegunungan Latimojong terbayar lunas. Sepanjang jalan mulai dari Makasar menuju Kabupaten Enrekang kami disuguhi pemandangan yang aduhai.

Sabtu (13/8/2016) pagi di perjalanan dari Makasar menuju Enrekang kami singgah ngopi dan sarapan di kaki gunung Bambakuang dan gunung Nona yang sangat indah dan seronok. Benar-benar menyegarkan!

Gunung Bambakuang (docpri)
Gunung Bambakuang (docpri)
View gunung Nona di pagi hari (docpri)
View gunung Nona di pagi hari (docpri)
Sampai di Baraka hari masih pagi, sekitar pukul 7.30 WITA, Sabtu (13/8/2016). Langsung menuju basecamp KPA Lembayung di Baraka. Setelah selesai belanja melengkapi logistik, sekitar pukul 11.30 WITA, kami meluncur ke titik awal pendakian: Dusun Karangan.

Ternyata jarak Baraka ke Dusun Karangan cukup jauh juga. Lebih dua jam kami dibanting-banting di atas mobil karena jalan yang sangat buruk. Persendian sudah ngilu duluan bahkan sebelum benar-benar mendaki. Sampai di Dusun Karangan pukul 14.40 WITA. 

Baru saja sampai di Dusun Karangan, Sabtu (13/8/2016) pukul 14.40 WITA (docpri)
Baru saja sampai di Dusun Karangan, Sabtu (13/8/2016) pukul 14.40 WITA (docpri)
Ucapan selamat datang dan tatib pendakian (docpri)
Ucapan selamat datang dan tatib pendakian (docpri)
Pukul 15.30 WITA langsung tancap gas dari titik awal pendakian di Dusun Karangan menuju Pos 1. Treknya diwarnai jalan setapak berliku-liku melalui perkebunan kopi warga yang seolah tak ada habisnya. Walaupun ditingkahi hujan rintik tapi tetap mandi keringat.

Hampir dua jam waktu dibutuhkan dari titik awal pendakian di Dusun Karangan hingga sampai di Pos 1. Karena kemampuan berjalan berbeda-beda, sesampai di Pos 1 kami sudah terpisah-pisah, ada yang sudah duluan sampai dan lanjut bablas menjuju Pos 2. Sedangkan saya sendiri bersama mba Nana kedodoran di shaf belakang. 

Jalan berliku naik turun bukit melewati perkebunan kopi yang seolah tiada habisnya (docpri)
Jalan berliku naik turun bukit melewati perkebunan kopi yang seolah tiada habisnya (docpri)
Tanpa istirahat lagi di Pos 1 perjalanan langsung dilanjutkan ke Pos 2. Hari udah sore, sekitar pukul 16.50 WITA. Targetnya sampai Pos 2 hari belum malam sehingga masih ada waktu enak buat mendirikan tenda dan masak.

Hari mulai hujan rintik. Di perjalanan dari Pos 1 menuju Pos 2 sesekali berpapasan dengan pendaki lain yang turun menuju Dusun Karangan, seorang diantaranya bernama Raznah (kalau tak salah ingat) asal Malaysia namun aslinya dari Payakumbuh, Sumatera Barat.

Sampai di Pos 2 hari sudah mulai gelap, sekitar pukul 18.30 WITA. Dua buah tenda sudah terpasang di bawah tubir batu yang menyerupai goa. Beberapa orang yang duluan sampai memasang tenda.

Tenda di bawah tubir batu besar di Pos 2 (docpri)
Tenda di bawah tubir batu besar di Pos 2 (docpri)
Sungai di bawah tenda di Pos 2. Ngeri juga andai jatuh (docpri)
Sungai di bawah tenda di Pos 2. Ngeri juga andai jatuh (docpri)
Suasana pagi di Pos 2. Sebelum lanjut perjalanan ke Pos 3, Minggu (14/8/2016) (docpri)
Suasana pagi di Pos 2. Sebelum lanjut perjalanan ke Pos 3, Minggu (14/8/2016) (docpri)
Sungai di Pos 2 (docpri)
Sungai di Pos 2 (docpri)
Sengaja kami tidak meneruskan perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 3 pada sore menjelang malam itu. Trek dari Pos 2 menuju Pos 3 terkenal sangat berat bahkan ada yang menyebut paling berat. Beberapa diantara tanjakan dari Pos 2 menuju Pos 3 hingga mencapai kemiringan 80 derajat (nyaris tegak).

Benar saja. Tanpa basa-basi, mulai start dari Pos 2 sudah dihadapkan pada tanjakan yang sangat curam. Sambil menyandang keril yang lumayan berat terpaksa mendaki seperti merangkak menggunakan dua kaki dan dua tangan. Mana tanjakannya licin lagi.

Tanjakan 80 derajat dari Pos 2 menuju Pos 3.
Tanjakan 80 derajat dari Pos 2 menuju Pos 3.
Merangkak berpegangan pada akar. Sangat berbahaya. Salah sedikit bisa terjungkal ke belakang (docpri)
Merangkak berpegangan pada akar. Sangat berbahaya. Salah sedikit bisa terjungkal ke belakang (docpri)
Start dari Pos 2 hari Minggu (14/8/2016) pagi pukul 8.30 WITA. Baru sampai di Pos 3, yang sebetulnya tidak jauh jaraknya, pukul 9.30 WITA. Beberapa rekan tanpa istirahat di Pos 3 langsung melanjutkan perjalanan ke Pos 4. Saya sendiri istirahat sebentar di Pos 3. Trek dari Pos 3 menuju Pos 4 masih diwarnai tanjakan tapi tidak seekstrim dari Pos 2.

Boleh dikata tidak ada trek pendakian gunung Latimojong via Dusun Karangan yang ringan. Wajarnlah jika ada yang menyebut bahwa trek pendakian gunung Latimojong terberat ke-4 diantara 7 gunung Seven Summits Indonesia, setelah Carstenzs, Binaiya dan Bukit Raya.

Suasana Pos 5, Minggu (14/8/2016) pukul 12 siang (docpri)
Suasana Pos 5, Minggu (14/8/2016) pukul 12 siang (docpri)
Kehujanan di Pos 6 (docpri)
Kehujanan di Pos 6 (docpri)
Tak kurang butuh waktu 13 jam kami berjibaku dengan tanjakan yang tak ada habis-habisnya, mulai dari titik awal pendakian di Dusun Karangan hingga puncak Rantemario. Karenanya manajemen pengaturan tenaga sangat diperlukan. Jangan sampai tenaga habis untuk naik dan kedodoran saat turun. Karena turun lebih berbahaya dibandingkan waktu naik.

Untungnya setelah Pos 5 hingga Pos 7 sepanjang jalan para pendaki akan disuguhi pemandangan hutan lumut yang sangat indah. Beberapa diantaranya seperti pemandangan taman laut.

Minggu (14/8/2016) sore sekitar pukul 16.30 WITA, rombongan terakhir dari group kami sampai di pos terakhir yaitu pos 7. Tenda sudah didirikan oleh rombongan yang lebih dahulu sampai. 

Maghrib di pos 7 diwarnai hujan angin yang sangat dingin. Karenanya kami tak berlama-lama menikmati kedinginan. Satu per satu masuk ke dalam kantong tidur dan menikmati tidur dalam suasana malam yang gemuruh. Keesokan harinya, Senin (15/8/2016) pagi sekitar pukul 7.30 WITA kami muncak meninggalkan pos 7.

Terima kasih kepada teman-teman yang bahu-membahu saling membantu selama proses pendakian ini: Mas Roberto "Berto" Elordes dari Wisata Gunung, Pak Wunwun Mauludi, Pak drg. Freddy Armando, Mas Ade "Aheed" Hidayat, Mba Mariana "Nana", dan Mba Fince Santiur Hutagalung. Semoga ketemu lagi di trip berikutnya.(*)

Seperti taman laut (docpri)
Seperti taman laut (docpri)
Hutan lumut menuju pos 7 (docpri)
Hutan lumut menuju pos 7 (docpri)
Hutan lumut dari pos 7 menuju puncak (docpri)
Hutan lumut dari pos 7 menuju puncak (docpri)
 

View pegunungan Latimojong dilihat dari trek menuju puncak. Nampak tenda di Pos 7 (docpri)
View pegunungan Latimojong dilihat dari trek menuju puncak. Nampak tenda di Pos 7 (docpri)
Trek dari pos 7 menuju puncak (docpri)
Trek dari pos 7 menuju puncak (docpri)
Trek berliku menuju puncak (docpri)
Trek berliku menuju puncak (docpri)
Mba Nana dan lanskap dari area puncak (docpri)
Mba Nana dan lanskap dari area puncak (docpri)
Mba Fince dan lanskap dari area puncak (docpri)
Mba Fince dan lanskap dari area puncak (docpri)
Lapisan pegunungan Latimojong (docpri)
Lapisan pegunungan Latimojong (docpri)
Di KPA Lembayung pada Selasa (16/8/2016) pagi setelah turun, bersama drg Freddy, mas Ade, Pak Dani, dan Pak Wunwun (doc/Wunwun Mauludi)
Di KPA Lembayung pada Selasa (16/8/2016) pagi setelah turun, bersama drg Freddy, mas Ade, Pak Dani, dan Pak Wunwun (doc/Wunwun Mauludi)
Baru start jalan menuju pos 1 (doc/Wunwun Mauludi)
Baru start jalan menuju pos 1 (doc/Wunwun Mauludi)
Baru saja start jalan. Suasana masih ceria (doc/Wunwun Mauludi)
Baru saja start jalan. Suasana masih ceria (doc/Wunwun Mauludi)
Mulai jalan dan mulai berkeringat (doc/Wunwun Mauludi)
Mulai jalan dan mulai berkeringat (doc/Wunwun Mauludi)
Di tanjakan setelah pos 2 menuju pos 3 (doc/Wunwun Mauludi)
Di tanjakan setelah pos 2 menuju pos 3 (doc/Wunwun Mauludi)
Suasana pos 7, Senin (15/8/2016) pagi (doc/Wunwun Mauludi)
Suasana pos 7, Senin (15/8/2016) pagi (doc/Wunwun Mauludi)
Kirain udah puncak. Kena PHP. Haha (doc/Wunwun Mualudi)
Kirain udah puncak. Kena PHP. Haha (doc/Wunwun Mualudi)
Menuju puncak (doc/Wunwun Mualudi)
Menuju puncak (doc/Wunwun Mualudi)
Akibat kebanyakan ngesot :D (doc/Wunwun Mauludi)
Akibat kebanyakan ngesot :D (doc/Wunwun Mauludi)
Merdeka! Mas Ade Hidayat menikmati atap Sulawesi (doc/Wunwun Mauludi)
Merdeka! Mas Ade Hidayat menikmati atap Sulawesi (doc/Wunwun Mauludi)
Bonus tengkorak di Ke'te' Kesu', Toraja Utara (docpri)
Bonus tengkorak di Ke'te' Kesu', Toraja Utara (docpri)
SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun