WAKTU EFEKTIF di gunung Latimojong tinggal sehari lagi. Sebab, pada esok hari tanggal 16 Agustus 2016 sore gunung ini akan dipadati banyak sekali pendaki yang akan merayakan peringatan 17 Agustus 2016. Kenikmatan dari kesunyian gunung akan hilang pada hari tersebut, tenggelam oleh hiruk-pikuk seperti di pasar.
Karena itu, Senin tanggal 15 Agustus 2016, pagi-pagi sekali, kami (saya, mas Berto, pak Wunwun, pak Freddy, mas Ade, mba Fince dan Nana) segera meninggalkan tenda dalam cuaca pagi pos 7 gunung Latimojong yang membekukan. Menuju puncak Ratemario 3.478 mdpl.
Saya dan beberapa teman masuk dalam kategori terakhir. Saya sendiri sedang melanjutkan reli di sirkuit Seven Summits Indonesia, tujuh puncak tertinggi di Indonesia untuk wilayah jazirah Sulawesi: gunung Latimojong 3.478 mdpl.
Suasana puncak Rantemario pagi itu sangat indah. Cuaca begitu cerah. Langit bersih dan pandangan bisa dilepas hingga jauh. Hening dan damai. Maklum, waktu itu hanya group kami saja yang ada di puncak. Kalaupun ada canda tawa paling dari sesama kami saja.
Untuk mencapai titik awal pendakian tsb butuh waktu lebih dari dua jam naik jeep dari basecamp KPA Lembayung di Desa Baraka, melalui jalan berlumpur dan berbatu yang hanya muat untuk satu mobil, naik turun bukit yang terjal, sehingga jika berpapasan dengan mobil lain otomatis macet. Hanya truk dan jeep tinggi dan bertenaga besar yang sanggup melalui jalan ini. Sementara di kiri kanan jalan jurang yang sangat dalam.
Belum lagi Desa Latimojong dan sekitarnya terkenal sebagai penghasil kopi arabika kualitas ekspor yang sangat terkenal. Karenanya Desa Latimojong selain tujuan wisata alam pegunungan Latimojong, juga tujuan agrowisata yang menjanjikan.
Sabtu (13/8/2016) pagi di perjalanan dari Makasar menuju Enrekang kami singgah ngopi dan sarapan di kaki gunung Bambakuang dan gunung Nona yang sangat indah dan seronok. Benar-benar menyegarkan!