Uji nyali paling nyata seorang politisi adalah beranikah ia menolak tindakan atau berpendapat yang tak populis. Kongkritnya, beranikah Jokowi-Ahok menolak radikalisasi agama seperti dipertontonkan FPI? Kebanyakan politisi paling takut berseberangan paham dengan mayoritas atau minoritas militan.
Sejauh ini Ahok sudah terkesan "keder" berhadapan dengan FPI. Buktinya, menanggapi himbauan Mendagri supaya daerah menjalin kerjasama dengan FPI, Ahok mengatakan bahwa selama ini FPI sudah membantu Pemprov DKI agar ada tidak ada lagi pekerja seks komersial (PSK). Membantu bagaimana? Apakah membantu itu ikut merazia, menggerebek, mengusir, dan memukuli PSK?
Dari sana nampak Ahok berkompromi dengan Ormas radikal seperti FPI. Sampai hari ini belum ada pernyataan Jokowi-Ahok soal ketegasan terhadap radikalisasi agama di Jakarta. Misalnya, tegas mengatakan tidak ada tempat bagi intoleransi, radikalisasi agama, dan kekerasan atas nama agama di Jakarta. Makanya penolakan terhadap Lurah Lenteng Agung Susan Jasmin Zulkifli sampai berlarut-larut. Ketegasan dan kegarangan Jokowi-Ahok masih kurang.
Penulis berani katakan, tidak ada satu orang pun politisi di Indonesia ini, khususnya yang memegang kekuasaan politik eksekutif, yang berani konfrontasi langsung dengan ormas agama radikal. Dicap anti Islam sedikit saja sudah keder. Kaca Kemendagri dipecahkan oleh FPI saja Kemendagri sudah keok dan langsung nyebut ormas yang memecahkan kaca itu sebagai "aset bangsa" dan "kepala daerah supaya menjalin kerjasama dengannya".
Lebih menakutkan ormas radikal ketimbang korupsi. Banyak sekali kepala daerah yang berani frontal melawan korupsi, memecati anak buahnya yang terbukti korupsi, dan melakukan reformasi birokrasi dalam rangka melawan korupsi. Melawan ormas radikal? Nanti dulu.
Jokowi-Ahok terbukti tak berani atau setidaknya belum menunjukan keberanian melawan FPI. Tidak ada suara dua politisi ini terkait ancaman FPI dan ormas radikal lain sewaktu Panitia Miss World hendak menggelar acara di Jakarta dan sekitarnya tempo hari. Keduanya diam saja. Padahal, sudah jelas-jelas bahwa Miss World bukanlah perbuatan melawan hukum.
Akan hiroik sekali bila Jokowi-Ahok berani mengerahkan Satpol PP memukul mundur FPI dan ormas radikal lainnya jika berani merazia tempat-tempat tertentu di bawah pengaturan peraturan daerah (Perda). Penegakan Perda dilakukan oleh Satpol PP, bukan oleh ormas radikal. Ini penting, karena kantor pusat ormas radikal ada di Jakarta.
"Percuma Jakarta ada monorail dan subway, tapi penduduknya berwatak puritan dan fundies," tukuk Kupret El Kazhiem di dinding Facebooknya.
(Sutomo Paguci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H