Sebaliknya?
Jika diri saya pribadi atau istri dan anak-anak saya dilecehkan oleh orang lain maka saya akan marah dan mungkin sekali akan berteriak dengan sengit. Bahkan mungkin sekali sampai membunuh (atau dibunuh) karenanya, ya, namanya lepas kendali. Tentu, sedapat mungkin tidak anarkis dan menyerahkan ke proses kemasyarakatan dan hukum yang beradab.
Mengapa saya marah? Ya, karena itu proporsi dan urusan saya secara langsung. Tanggung jawab saya secara langsung.
Penutup
Demikianlah pendirian saya per hari ini. Beberapa narasi "sok bijak" lebih ke sugesti buat saya pribadi untuk belajar lebih baik lagi, jadi tidak sepenuhnya mencerminkan pribadi saya sesungguhnya. Pendirian di atas masih mungkin berubah menuju yang lebih baik jika saya menilai ada argumen yang lebih kuat.
Jika ada kata yang tak berkenan, baik sekarang maupun yang lalu-lalu, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Apapun perbedaan kita, kita adalah bersaudara. Kalau pun bukan saudara se-agama, ya saudara se-bangsa, atau setidaknya se-Kompasiana, dan lebih tinggi lagi saudara se-manusia.
Jabat tangan-maya yang erat dari penulis,
(SP)
Ps. Artikel ini adalah tulisan kedua saya (mungkin terakhir) atas polemik artikel fiksi Tante Paku di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H