Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pasukan Siber Bela dr. Ayu Cs

1 Desember 2013   06:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:28 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_281352" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Arke"][/caption] Kasus malapraktek dr. Ayu Cs menghantarkan banyak praktisi kesehatan turun gunung menulis di berbagai media sosial termasuk Kompasiana. Saya ikut mencermati fenomena ini sejak pertama kasus ini heboh di media massa. Puncaknya menjelang dan setelah demo para dokter di seluruh Indonesia. Banyak sekali tulisan praktisi kesehatan yang membela dr. Ayu Cs. Saking masifnya pembelaan praktisi kesehatan pada dr. Ayu Cs dapat dikatakan gejala ini mirip pasukan siber Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang disebar ke dunia maya untuk tujuan mengkonter serangan publik pada mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). Kemiripan dengan pasukan siber PKS bukan saja dari segi masifnya pembelaan, melainkan dari ciri substansi pembelaan, yang hantam kromo. Pokoknya, apapun yang dilakukan dr. Ayu Cs adalah benar semua, sekalipun fakta hukum mengatakan sebaliknya. Mirip pasukan siber PKS yang bela LHI Cs sebagai tak ada salahnya sama sekali, sekalipun fakta hukumnya terang benerang. Sudah jelas-jelas ada pemalsuan tandatangan dalam persetujuan tindakan khusus korban Siska Makatey. Masih saja perbuatan ini dibenarkan oleh "pasukan siber" dr. Ayu Cs. Alasannya, tidak diperlukan tandatangan dalam keadaan darurat. Pertanyaannya, mengapa tetap juga dibuat persetujuan dengan memalsukan tandantangan jika memang persetujuan itu tak diperlukan? Padahal, Pasal 7 dan 13 Permenkes 290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran jelas menyebutkan, penjelasan bisa diberikan pada pasien atau keluarga terdekatnya, pun persetujuan boleh dilakukan oleh keluarga terdekatnya. Tidak mesti pada pasien langsung, jika situasi dan kondisi pasien tak memungkinkan untuk itu. Alasan lain yang membenarkan pemalsuan tandatangan itu adalah, dalil tidak adanya kerugian terkait pemalsuan tersebut, sesuai unsur Pasal 263 KUHP. Benarkah? Jika menimbang penderitaan korban dari pagi sampai malam dibiarkan tergeletak tanpa tindakan medik, baru malamnya dilakukan tindakan, dan akhirnya berujung kematian karena kelalaian tenaga kesehatan dalam hal ini. Apa itu bukan kerugian? Bayangkan, sudah jelas-jelas ada pemalsuan tandatangan tapi masih dibenarkan demi membela sejawatnya yang sudah jadi narapidana. Bayangkan lagi, narapidana masih dibela supaya bebas. Siapapun yang melakukan malapraktek profesi, berupa karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain, dapat dikenakan pidana karena sudah memenuhi unsur pasal pidana dalam KUHP. Tidak hanya dokter. Pengacara pun bisa dipenjara jika unsur ini sudah terpenuhi. Yang paling sering adalah sopir. Tidak ada yang kebal hukum. Belum lagi dr. Ayu Cs ini sebenarnya belum memiliki surat izin praktik (SIP). Akan tetapi masih saja dibela sebagai benar tindakannya melakuan operasi besar beresiko tinggi. Padahal, sudah jelas hukum melarang tindakan medik beresiko tinggi (berpotensi menyebabkan kematian atau kecacatan) oleh tenaga kesehatan tanpa kewenangan profesi dan tanpa persetujuan dan pengawasan dokter yang memiliki kewenangan untuk itu. Karena itu, solidaritas profesi pasukan siber dr. Ayu Cs dinilai sudah kebablasan. Alih-alih membela profesi dan kewibawaan korp. Ini malah menurunkan simpati publik. Sudah banyak kecaman berbagai pihak pihak atas demo dokter besar-besaran tempo hari yang berakibat terlantarnya pasien. Semoga kemelut kasus dr. Ayu Cs ini segera berlalu dengan disertai perbaikan layanan kesehatan di seluruh Indonesia oleh para dokter. Namun saya pesimis ketika menyaksikan para dokter tak mau introspeksi diri: ketika tindakan medik tanpa SIP dibenarkan, ketika pemalsuan persetujuan tindakan medik dibenarkan, dan ketika penelantaran pasien dibenarkan. (Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun