Jika sistem hukum nasional nampak kepayahan menyelesaikan penculikan dan penghilangan paksa aktivis tahun 1997-98 tersebut, nah, mengapa tidak membawa kasusnya ke ICC, terlepas diterima atau ditolak permohonan tersebut. Jika sudah di ICC niscaya tidak ada kekuatan politik apapun di Indonesia yang mampu menghentikannya, kecuali ICC sendiri yang memutuskan.
Memang ada sisi lemah membawa kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997-98 tersebut ke ICC. Karena yuridiksi tempus delicti (waktu kejadian) perkara yang dapat ditangani ICC adalah yang terjadi setelah 1 Juli 2002 atau ketika Statuta Roma 1998 diberlakukan. Namun, ya, siapa tahu saja ada penemuan hukum dari hakim ICC.
(SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H