Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY, Enggang Parau?

25 Januari 2014   11:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:29 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390622992747459200

[caption id="attachment_291915" align="aligncenter" width="600" caption="www.flickr.com - Ilustrasi Burung Enggang"][/caption] Pendekar sejati jarang mengumbar ancaman. Jarang mencabut keris kecuali akan ditujahkan ke lawannya. Itulah rahasia mengapa keris pusaka sering kali berwarna agak kusam dan karatan. Karena keris sakti jarang dicabut dari sarungnya. Keris sakti hanya dicabut dalam dua keadaan saja: pertama, untuk dimandikan dan, kedua, untuk memberinya "makan" (minum darah). Enggak sembarangan cabut. Seorang yang mengaku pendekar, orang hebat, dsb, tapi mengumbar ancaman, dikit-dikit ngancam, dikit-dikit cabut keris, tapi jarang sekali ancamannya itu direalisasikan akan jatuh wibawanya. Orang enggak akan percaya lagi. Wibawanya akan jeblok. Dalam dongeng masyarakat Melayu di Sumsel dan Bengkulu termashur seorang tokoh bernama Enggang Parau. Dikisahkan, Enggang Parau adalah tokoh yang gemar sekali sesumbar, omong besar, sampai melangit angkasa. Pedang Enggang Parau luar biasa besar, panjang, lebar, dan tajam. Sarung pedangnya saja adalah sebatang pohon besar yang dibelah dua. "Jika ada perang sebut nama saya. Jika ada janda yang dikerjai orang, panggil nama saya. Jika ada ternak yang dicuri orang, hubungi saya. Semua akan beres." Demikian kira-kira sesumbar Enggang Parau. Tetapi ketika diajak perang beneran banyak sekali alasan Enggang Parau menolak. Cara Enggang Parau menolak ajakan perang penuh dengan syair yang mengangkasa. Enggang Parau akan mengelak. Bahwa ia tak bisa ikut perang karena pohon petainya sedang berputik---harus dijaga dan enggak mungkin ditinggalkan. Ikan bilis di sungai masuk bakul beras. Untuk mengatakan, bahwa sulit sekali meninggalkan kenikmatan yang harus dijaga. Itulah Enggang Parau, maka ia disebut Enggang (yang bersuara) Parau. Saat ini, kita, bangsa besar, Indonesia raya, memiliki presiden yang dipanggil "SBY". Presiden kita ini mirip Enggang Parau. Tiap sebentar mengumbar ancaman. Dikit-dikit ia mengirim somasi kepada rakyatnya, rakyat yang kadang terlalu banyak mengkritik. Satu per satu rakyatnya dikirimi somasi. (Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun