Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salut Buat Saudaraku Nonmuslim yang Berani Tolak Khilafah dan Syariatisasi

20 September 2013   09:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:38 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_267483" align="alignleft" width="600" caption="Ironis. Negara memfasilitasi gerakan yang hendak mengganti dasar negara Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Foto: hizbut-tahrir.or.id"][/caption] Tak perlu sungkan atau takut mengekspresikan pikiran dan aspirasi politik. Saya terus terang salut pada saudaraku non-muslim yang berani tolak program khilafah dan syariatisasi negara ala HTI, Ikhwanul Muslimin, JI, FPI dll kalangan Islamis. Berani menuliskan aspirasi politik dan berani mendukung tulisan teman-temannya yang sejalan. Tak takut dibully kalangan Islamis. Karena ada loh teman-teman non-muslim yang berhenti menulis atau mengemukakan pendapat terkait politik khilafah dan syariatisasi negara, dalam kolom komentar di blog ini, setelah dibully kalangan penyokong ide syariatisasi negara dengan menyebut kalangan non-muslim ini sebagai memusuhi Islam. Tentu saja argumen pembully demikian ngawur. Tidak perlu sungkan itu. Mari bungkus khilafah dengan republik, mengutip istilah Sdr Olas Novel. Toh, penolak khilafah dan syariatisasi negara bukan hanya kalangan non-muslim. Sebagian besar kalangan Islam Kultural menolak ide khilafah dan syariatisasi negara (formalisasi agama) dalam ranah bernegara, seperti tercermin dari pendirian ormas Islam terbesar di dunia yaitu NU dan Muhammadiyah. Pihak yang pro dan kontra ide khilafah dan syariatisasi negara (formalisasi agama) tak lebih sebagai gerakan pro dan perlawanan dalam kancah politik. Bukan konflik agama. Ini murni politik. Pertama-tama dengan jalan pembentukan opini publik. Negara adalah organisasi politik milik bersama lintas SARA, bukan milik umat Islam saja, apalagi hanya milik HTI, FPI, JI, FUI, dll ormas pengusung ide khilafah dan syariatisasi negara. Nilai-nilai agama boleh jadi norma hukum positif setelah melalui uji publik dan konsensus politik bersama di lembaga pembentuk hukum (DPR/D). Itupun hanya nilai-nilai saja, bukan formalisasi syariat, khususnya di lapangan hukum pidana dan tata negara. Saat ini penulis mencermati gencarnya kampanye syariatisasi negara dan khilafah di dunia maya. Ada yang menggunakan jalur politik damai (?) ala HTI. Ada pula yang menggunakan jalur kekerasan seperti dilakukan JI dan Alqaeda. Penulis menduga kuat kaum pengusung ide khilafah dan syariatisasi negara telah menyusup ke institusi milik negara atau semi-negara atau dibiayai negara seperti TVRI, Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak, guru-guru sekolah negeri, dll. Tinggal menunggu waktu bibit konflik politik ini membesar. Bukan tak mungkin pengalaman konflik politik di Mesir akan terjadi di Indonesia. Karena itu, aneh sekali negara terkesan membiarkan bahkan memfasilitasi gerakan-gerakan yang merongrong kedaulatan negara, hendak mengganti Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Sebut saja saat negara membiarkan Stadion Utama Gelora Bung Karno dan TVRI dimanfaatkan kalangan pengusung khilafah untuk kampanye dan Muktamar Khilafah tanggal 2 Juni 2013 lalu. Tak peduli apapun agama mari bergandengan tangan menyelamatkan eksistensi Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI dari rongrongan kalangan Islamis atau Islam Politik itu. Lebih baik mencegah dari awal ketimbang bibit konflik membesar lalu merepotkan bangsa ini, untuk suatu misi politik yang utopis, padahal negara sedang gencar-gencarnya membangun. (SP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun