Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Berani Jadi Pengacara Tersangka Korupsi, Chandra Hamzah Hebat!

29 Januari 2014   12:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390969734452705269

[caption id="attachment_292723" align="alignnone" width="600" caption="Kompas Images/Dhoni Setiawan - Chandra M. Hamzah"][/caption] Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Marta Hamzah diberitakan menjadi pengacara tersangka korupsi Direktur Operasional PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan. Chandra memang berprofesi sebagai pengacara sebelum menjadi Komisioner KPK. Bahalwan menjadi tersangka korupsi pengadaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbin (GT) 2.1 dan 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Belawan, Sumatera Utara, tahun 2002, senilai Rp 554 miliar, dengan indikasi kerugian negara sejumlah Rp 25 miliar. Perkaranya ditangani Kejaksaan Agung. Hebatnya adalah ini. Chandra mau menjadi pengacara tersangka korupsi dalam posisinya sebagai seorang advokat dan mantan Wakil Ketua KPK. Chandra mengatakan hanya akan menolak kasus korupsi jika kliennya berhadapan dengan KPK. Ia mengaku tak akan meninggalkan kliennya, M Bahalwan. Chandra nampak tak tunduk pada persepsi publik yang kontra pada pengacara yang mendampingi tersangka korupsi. Beberapa media seperti "gatal" memberitakan Chandra yang menjadi pengacara tersangka korupsi tersebut. Beritanya tendensius seolah mempertanyakan secara terselubung---kok mau jadi pengacara tersangka korupsi. Hal mana tak terlepas dari Chandra yang mantan Wakil Ketua KPK. Sebenarnya, media dan publik tak perlu heran. Setiap tersangka, kasus apapun itu, berhak didampingi seorang advokat/pengacara. Dan hak ini dijamin oleh undang-undang; jelas disebutkan adanya hak tersebut dalam KUHAP, UU PTPK, dan UU Advokat. Adalah terlarang mengidentikkan (menyamakan) advokat yang menjadi pengacara tersangka korupsi dengan tersangka korupsi itu sendiri. Advokat tidak identik dengan kliennya, dalam kasus apa pun. "Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat," tegas Pasal 18 Ayat (2) UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Advokat tidak identik dengan koruptor, pembunuh, pemerkosa, perampok, teroris dst klien yang ditanganinya. Koruptor ya koruptor. Advokat ya advokat. Keduanya tidak identik. Advokat hanya menjalankan tugas profesi. Apalagi cap "koruptor dst" itu hanya absah setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Advokat hanya wajib menolak perkara jika pembelaan orang yang meminta bantuan hukum padanya diyakininya tak memiliki dasar hukum. "Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya," tukuk Pasal 4 Huruf g Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Ada beberapa alasan lagi seorang advokat boleh menolak klien, yang tegas diatur undang-undang dan kode etik, akan tetapi bukan karena alasan perkaranya korupsi, terorisme, pembunuhan, pemerkosaan, dll. Semua tersangka atau terdakwa kasus apapun berhak didampingi advokat atau penasehat hukum. Hanya saja, sebagian advokat memandang 'hak tersangka/terdakwa' pada satu sisi menjadi 'pilihan' (baca: bukan kewajiban) advokat pada sisi lain. Dengan kata lain, hak tersangka tersebut dinilai sebagai pilihan bebas seorang advokat, apakah mau atau tidak mendampingi seorang tersangka, jadi bukan kewajiban. Ada beberapa pengacara yang tak mau mendampingi tersangka kasus korupsi, umumnya dengan latar belakang atau mantan aktivis YLBHI. Sekalipun tidak semua aktivis YLBHI menolak mendampingi kasus korupsi, sebut saja Adnan Buyung Nasution, Mohammad Assegaf, Patra M. Zen, dll. (Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun