Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kecil Tapi Cabul

25 Januari 2014   17:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menulis artikel ini sambil menghadap ke taman. Anak-anak bermain ceria di taman bersama teman-temannya. Ada perasaan was-was membiarkan dua gadis kecilku bermain dengan anak-anak lelaki. Habisnya, acap terjadi anak-anak sekarang masih kecil tapi pikiran sudah cabul saja.

Dulu pernah saya tulis bagaimana kemaluan Melati diraba-raba sehingga tetangga pada gempar. Seorang anak lelaki menggerayangi daerah sensitif teman perempuannya, yang juga tetanggaku. Kejadian begini sudah berlangsung dua kali, dalam jeda waktu yang tak terlalu jauh, hingga orang tuanya diberi ultimatum akan diusir dari kontrakan jika kejadian lagi.

Kejadian kemaluan Melati diraba-raba itu sudah terjadi hampir satu tahun yang lalu. Dalam rentang waktu itu memang tak terdengar lagi kejadian pencabulan serupa. Namun tetap saja ada perasaan was-was. Pasalnya, aku tahu betul mekanisme cara kerja otak cabul itu. Membaca buku-buku tentang akibat paparan pornografi malah bikin pikiran orang tua sepertiku jadi cemas.

Sekali cabul tetap cabul. Lah, coba, bagaimana cara mengenyahkan pikiran kotor akibat terpapar pornografi? Sulit. Mungkin bisa dengan cara dihipnotis (hipnoterapi) oleh psikiater profesional. Tapi yang beginian sulit dibayangkan akan dilakukan oleh orang tua dengan ekonomi pas-pasan.

Jadilah pikiran cabul itu mengendap di otak anak. Seperti kanker. Si anak bisa membayangkan kecabulan itu dengan begitu detail, menit per menit, inci per inci dari bagian tubuh, terasa begitu hidup, sekalipun objek tidak ada di dekat dirinya. Imajinasinya mampu menghadirkan film-film porno yang pernah ditotonnya sehingga menjadi seolah hidup di otaknya. Hidup seperti parasit berbentuk cacing dalam otak!

Bayangkan, kecabulan di otak itu demikian hidup. Nyata. Bayangan cabul itu mampu membangkitkan simpul-simpul syaraf di otak yang mengatur mekanisme pembangkitan gejolak birahi. Seperti sebuah motor bakar otomatis, diengkol langsung hidup. Setelah birahi hidup tentu butuh pelampiasan.

Sialnya, kita-kita orang tua tidak begitu bisa melihat anak-anak yang berkeliaran di sekitar rumah, yang mana yang impuls birahinya sedang naik. Silap sedikit saja bisa kecolongan. Misalnya, sedang ditinggal urusan ke luar sebentar, tiba-tiba anak bermain kawin-kawinan. Bahaya sekali.

Lebih merasa aman ketika anak menghabiskan waktu di sekolah atau bermain saat jam istirahat pelajaran. Belum pernah dengar ada anak-anak dilecehkan secara seksual saat jam pelajaran masih berlangsung. Yang ada pelecehan pernah terjadi saat jam pelajaran sudah selesai, anak masih bermain di sekolah, dan dimanfaatkan para begundal kecil berpikiran kotor itu.

Kalau sudah begitu akhir jadi kepikiran sendiri solusi yang lebih baik. Adalah sulit jika harus mengawasi anak dengan mata kepala sendiri. Nyaris tak mungkin itu dilakukan. Yang lebih mungkin nampaknya mengedukasi anak bagaimana cara menghadapi gelagat tidak baik dari lawan jenis, yang mengarah ke ancaman secara seksual. Selebihnya melatih anak bela diri.

Lebih kacau lagi, mudah-mudahan ini tak terjadi, jika anak kita sendiri sebagai pihak yang cabul. Siapa bisa tahu jika anak sudah terpapar pornografi lewat hape, mungkin dari teman-temannya. Butuh waktu sampai semuanya terungkap. Di jeda waktu itu semua hal buruk bisa saja terjadi.

Pornografi ada di mana-mana. Yang paling mudah diakses adalah di internet. Sangat mudah mencari konten pornografi di internet hape. Semudah membalikkan telapak tangan. Ada sekolah yang melarang dan merazia hape canggih yang bisa memutar video dan internet. Tetapi anak cerdas selalu punya cara untuk menelikung peraturan.

(Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun