Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik

Moral Politik Jokowi

13 Desember 2013   19:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:57 1627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin tak korupsi adalah biasa dan memang sudah seharusnya---di negara korup seperti Indonesia syarat minimal ini bukan hal mudah. Pemimpin politik tak main serong juga sudah seharusnya. Hukum memang melarang itu. Pemimpin politik yang berprikehidupan sederhana, nah, baru luar biasa. Dan kesederhanaan itulah yang dicontohkan oleh seorang Jokowi.

Jokowi selalu tampil apa adanya, berbaju kemeja putih murahan, sepatu murah yang nampak sudah dijahit (direparasi), makan apa yang dimakan rakyat kebanyakan, hobinya musik seperti orang kebanyakan, jas dan dasinya nampak itu-itu saja, kendaraan dinas Kijang Innova, dst.

Secara moral pemimpin harusnya memang tak boleh hidup bermewah-mewah jika masih ada warganya yang miskin bukan karena malas, yang tak mampu berobat karena ketiadaan biaya, yang putus sekolah karena tak punya dana, yang terpaksa tinggal di gubuk bobrok di bantaran kali yang super jorok.

Adalah cacat moral pemimpin yang nampak nyaman-nyaman saja bergaya hidup mewah, punya pengawal bayaran sekian orang, hidup ekslusif di tanah luas di atas bukit, punya piaraan berharga milyaran rupiah, dan mobil mewah sekian buah. Sementara para petani kesulitan pupuk, nelayan kesulitan solar, dan prajurit nelangsa dengan gaji pas-pasan.

Secara hukum tak ada larangan siapapun (termasuk pemimpin) untuk hidup bermewa-mewah. Itu hak asasi orang. Namun secara moral mereka telah dianggap cacat moral ketika hidup mewah di tengah kesengsaraan warga yang dipimpinnya. Mereka tak punya hati. Tak punya empati.

Mereka mungkin sekali berbadan tegap dan sehat. Tapi di dalam, di kedalaman hatinya, di nuraninya, keropos moral. Mereka orang sakit. Sama dengan penderita kusta, kolera, kanker, atau HIV/AIDS. Hanya saja yang ini penyakit moral.

Tidak ada yang bisa diharapkan dari pemimpin yang berpenyakit moral. Karena penyakitnya itu jenis penyakit yang bebal secara kejiwaan. Bebal empati. Sulit merasakan amanat penderitaan rakyat. Derita warga bukan deritanya. Bagaimana mau memimpin dengan baik?

Di sinilah luar biasanya pemimpin sederhana seperti dicontohkan Jokowi. Kesederhanaan itu bukan diperintahkan oleh hukum. Tetapi dipandu oleh rambu moralitas, mutlak kesadaran sendiri.

Pasal-pasal moralitas ini sebenarnya sangat sederhana sekali, tak sulit untuk dipahami, bahkan dengan logika ala kadarnya. Tetapi tak tertangkap oleh akal pemimpin yang bebal.

(Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun