Umur dan nama asli saya berbeda antara yang sebenarnya dengan yang di dokumen kependudukan seperti KTP---ceritanya telah diulas di artikel sebelumnya. Dengan kata lain, nama dan tanggal lahir sebenarnya berbeda dengan nama dan tanggal lahir di KTP.
Untuk menghindari masalah hukum, saya konsisten menyebutkan identitas sesuai dokumen, terutama ketika diperlukan untuk isi form atau dokumen, yang ujung-ujungnya dapat digunakan sebagai bukti hukum. Jadi, saya tak akan menyebutkan identitas asli saya. Kecuali, di media sosial saya menggunakan identitas baru lagi...hehe
Termasuk saya konsisten menyebutkan identitas sesuai dokumen kependudukan (identitas hukum) ketika memesan tiket bus, tiket pesawat, tiket bioskop, dll. Ini penting. Karena jika terjadi klaim atau ada masalah biasanya selalu di-cocoklogi-kan dengan identitas dalam KTP. Makanya harus klop.
Kebiasaan mengubah-ubah nama dan tanggal lahir dalam keluarga saya memang sudah metradisi. Abang saya termasuk yang gemar melakukannya. Ia bahkan punya nama alias sebanyak tiga biji.
Saya sendiri mengubah tanggal lahir asli menjadi tanggal lahir seperti di dokumen seperti saat ini, sejak tahun 1990. Waktu itu saya kelas enam sekolah dasar, dan oleh guru dipersilahkan para murid untuk mengubah identitas tanggal lahir, apakah dilebihtuakan atau dilebihmudakan. Saya pilih dilebihmudakan.
Ternyata, melebihmudakan tanggal lahir cukup bermanfaat untuk mencari kerja ketika saya sudah tamat kuliah dulu. Pasalnya, banyak lowongan kerja mensyaratkan batas umur maksimal. Sementara saya sendiri tiga tahun berhenti sekolah (waktu kelas tiga sekolah dasar), sehingga bisa dibayangkan repotnya jika dulu tak mengubah tanggal lahir.
Sedangkan mengubah nama asli (nama lahir) telah saya lakukan sejak mendaftar masuk di bangku sekolah dasar. Sehingga nama saya di rapor dan ijazah sudah memakai nama sebagaimana di KTP saat ini.
Saat ini nama pena Sutomo Paguci di media sosial sudah jauh lebih dikenal orang dibandingkan nama asli saya di KTP dan dokumen pendidikan (rapor, ijazah, dll). Sampai-sampai di dunia nyata pun orang sudah memanggil saya, Sutomo Paguci.
Ah, ribetnya jika identitas asli berbeda dengan dokumen kependudukan dan pendidikan serta media sosial. Repot tapi mengasyikkan.
(SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H