Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Di Desa Ini Hanya Boleh Nikah Sekampung

8 September 2013   10:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:12 2811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13786097311503052690

[caption id="attachment_264523" align="alignleft" width="640" caption="Prosesi adat angkat anak di Desa Pulau Tengah, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Kamis, 29 Agustus 2013. "][/caption] Adalah Desa Lubuk Pungguk, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, membuat peraturan yang melarang pemuda-pemudinya menikahi warga di luar kampung. Peraturan desa ini memperkuat aturan adat yang telah lebih dulu ada dengan substansi serupa. Tujuannya untuk menjaga keaslian adat-istiadat kampung. Inilah contoh euforia otonomi daerah di tingkat bawah. Aturan adat yang diperkuat peraturan desa demikian telah ada bertahun-tahun. Para warga asli yang hendak menikah hanya boleh dengan warga sekampung. Jika menikah dengan warga luar kampung apalagi dengan pendatang dari Sumsel dan Bengkulu, misalnya, maka akan diberi sanksi adat yang cukup keras. Jangan coba-coba kawin lari. Aturan adat di sini sangat tegas. Siapa saja warga yang kawin lari akan diberi sanksi beberapa ekor kambing, uang tunai dengan nilai cukup besar (bisa puluhan juta), dan harta bendanya disita sebagai jaminan. Semua atas keputusan pemuka adat. Baru boleh kembali ke kampung jika semua denda adat tersebut sudah dibayarkan. Dari pada kawin lari beberapa penduduk yang 'memberontak' dengan aturan ini memilih mengikuti prosesi adat angkat anak di desa sebelah supaya dianggap warga kampung dan dibolehkan menikah. Berhubung hanya boleh menikah dengan warga sekampung maka pilihan menjadi terbatas. Sehingga diperbolehkan menikah dengan sepupu sendiri asalkan bukan satu wali. Dalam hal ini dibolehkan secara adat menikahkan anak dari dua orang bersaudara lelaki dan perempuan. Suatu kebetulan penulis berkesempatan berkunjung Masurai, Jangkat dan Madras serta melihat sendiri beberapa tahap pernikahan akibat melanggar aturan adat di atas, akhir Agustus 2013 lalu. Seorang perempuan warga Desa Lubuk Pungguk menikah dengan lelaki luar kampung yang berasal dari Bengkulu. Orang tua perempuan tak menerima dan tak berdaya dengan aturan kampung dan adat. Solusinya, si perempuan dikeluarkan dari kampung, dipindahkan ke desa sebelah yang sudah lebih terbuka, yakni Desa Pulau Tengah. Adat di Desa Pulau Tengah pun pada dasarnya tidak menolerir nikah dengan orang luar kampung secara murni. Namun berkat intensnya interaksi dengan pendatang maka aturan di Desa Pulau Tengah berangsur agak melonggar atau ada pengecualiannya. Dalam hal ini calon mempelai pria atau wanita dari luar kampung akan dicarikan orang tua angkat di desanya, sehingga si orang luar tadi 'dianggap' orang kampung sendiri. Prosesi adat angkat anak akan diselenggarakan sebelum akad nikah dilangsungkan, seperti halnya foto di atas, dengan biaya seluruhnya ditanggung calon pengantin yang akan diangkat sebagai anak. Si calon mempelai pria dipertemukan dengan ayah angkatnya. Hubungan ayah dan anak angkat tersebut diresmikan dalam acara adat oleh kepala suku, kepala desa, dan tokoh agama setempat beserta penduduk kampung. Setelah prosesi angkat anak selesai barulah calon pengantin diperbolehkan mengikuti tahapan berikutnya, yaitu ujian tes sholat. Jika gagal tes sholat maka pernikahan ditunda bahkan dibatalkan jika tak lulus-lulus. Pengujinya sendiri adalah Imam dan Bilal di masjid setempat, yang akan mengeluarkan semacam sertifikat jika pasangan lulus tes sholat. (SP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun