Bantahan kubu Ibas tersebut memiliki sisi lemah. Bagi seorang "pemain politik" seperti M Nazaruddin, diyakini tidak penting siapa yang menang dalam pertarungan perebutan posisi Ketum Partai Demokrat tersebut, yang penting mengamankan posisi. Caranya, dengan "menyiram" kubu manapun dalam Kongres tersebut, guna mengamankan posisi politik Nazaruddin. Hal yang lumrah dalam sebuah perebutan posisi politik tertentu, ada pendukung main "dua kaki" atau lebih.
Dari segi substansi hukumnya, keterangan Yulianis terkait aliran dana Hambalang ke Ibas, jauh lebih serius dibandingkan laporan Ibas terhadap Yulianis. Keterangan Yulianis merupakan sangkaan tindak pidana korupsi pada Ibas selaku penyelenggara negara (anggota DPR RI), dengan ancaman pidana hingga 20 tahun, sebagaimana diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini merupakan tindak pidana biasa, bukan delik aduan.
Sebaliknya, laporan Ibas hanyalah delik aduan, yakni pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP) dan fitnah (Pasal 311 KUHP), dengan ancaman pidana masing-masing 9 bulan dan 4 tahun.
Berdasarkan juklak Polri berupa surat edaran Bareskrim dengan Nomor B/345/III/2005 tertanggal 7 Maret 2005, jika ada kasus korupsi dan pencemaran nama baik yang melibatkan para pihak yang sama, maka polisi harus mendahulukan penanganan kasus korupsinya. Nah, karena aliran dana Hambalang yang diduga mengalir ke Ibas ini sedang ditangani oleh KPK, maka kepolisian harus menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Jangan sampai terjadi pemberantasan korupsi terhambat karena saksi kunci masuk penjara sehubungan aduan pencemaran nama baik. Intinya, pengusutan sangkaan korupsi harus didahulukan ketimbang pencemaran nama baik. Jika putusan perkara korupsi sudah keluar dan tak terbukti, barulah aduan Ibas ditindaklanjuti.
Dari uraian di atas terlihat, bahwa dari sisi hukum posisi dan keterangan Yulianis jauh lebih kuat dibandingkan laporan Ibas. Boleh dibilang, skornya 2 : 1 untuk kemenangan Yulianis.
Sedangkan secara politis, Ibas jauh lebih kuat dari Yulianis. Yulianis hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Sementara Ibas adalah anak seorang presiden dan Sekjen partai terbesar dan berkuasa di Indonesia saat ini, Partai Demokrat. Karena itu, kasus Yulianis vs Ibas ini jadi pembuktian paling mutakhir, apakah supremasi hukum di atas supremasi politik, atau sebaliknya. Kita tunggu saja.
(SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H