Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Film CTB, Minangkabau, dan Wahabisme

9 Januari 2013   04:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:21 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adagium ABS-SBK dilanjutkan dengan adagium adat lainnya: "Syarak mangato, adaik mamakai" (syarak berkata, adat memakai). Syarak di sini adalah hukum syariat Islam yang bersumber dalam Alquran dan Hadist/sunnah Muhammad SAW.

Sejak "Plakat Puncak Pato" inilah rezim hukum adat Minangkabau bersifat ekslusif, khususnya terkait agama Islam di wilayah hukum adat Minangkabau. Bahwa orang Minang harus beragama Islam. Jika murtad dari Islam maka akan dikenai sanksi 'dibuang sepanjang adat': tidak diakui lagi sebagai orang Minang, hak dan kewajiban adat Minang akan dianggap hilang.

Hanya satu hal saja yang tidak berhasil dibabat habis oleh faham Wahabisme Kaum Padri, yakni mengubah sistem kekerabatan dan waris secara Matriakat menjadi Patriakat, sebagaimana diyakini Kaum Padri. Dimana hingga saat ini Minangkabau masih menganut sistem Matriakat, garis keturunan berasal dari jalur perempuan (ibu) dan hak waris terhadap harta pusako jatuh pada perempuan---kaum lelaki sifatnya hanya bisa mengurus/mengelola harta pusako saja, bukan memiliki.

Terlihat, konsep ABS-SBK dan sistem kekerabatan Matrilineal merupakan hasil pergulatan Kaum Adat, Kaum Padri, dan masyarakat Minang umumnya. Pergulatan ini menghasilkan apa yang disebut "kearifan lokal". Kearifan untuk membentengi diri dari pengaruh luar.

Konsep ABS-SBK berikut dalil penjabarannya, seperti dalil bahwa Minang identik dengan Islam, lebih ke kearifan lokal yang bersifat politis yang "cukup cerdas". Sekalipun tidak berpijak sepenuhnya pada realitas. Pasalnya, secara antropologis, etnisitas dan kesukuan, dalam pengertian genekologis atau bukan wilayah hukum adat, bukan merupakan organisasi keagamaaan, melainkan "organisasi" yang dibangun berdasarkan kesamaan genekologis. Namun demi menangkal daya serang pengaruh agama selain Islam, maka dibuatlah konsep demikian.

Konsep ABS-SBK berperan penting untuk menangkal peralihan agama bagi anak-kemenakan di Minangkabau dan perantau Minang lainnya. Sementara, sistem kekerabatan Matrilineal bermanfaat untuk menjaga asset sako dan pusako tidak jatuh ke tangan orang luar, orang diluar Minangkabau, sekalian melindungi kaum perempuan. Keduanya lahir dari pergulatan waktu dan benturan dengan masalah yang riil pada zamannya sehingga melahirkan kearifan lokal demikian.

Jika kekerabatan matrilineal merupakan pranata hukum adat yang diciptakan untuk menghadapi gempuran pengaruh kerajaan Samudra Pasai (di Utara) dan Sriwijaya dan Majapahit (di Selatan), sehingga eksistensi tanah di Minangkabau tetap terjaga secara hukum; sebaliknya, konsep ABS-SBK diciptakan untuk menghadapi gempuran kerusakan agama dari Kaum Adat dan peralihan agama (murtad) anak kemenakan. Suatu kearifan lokal yang politis nan cerdik.

Dengan demikian, konsep ABS-SBK dan kekerabatan Matrilineal masih terus berproses diuji menghadapi tantangan zaman. Yang merasa terkungkung dengan konsep adat ini biasa keluar dari kampungnya, pergi merantau. Merantau tidak sekedar untuk mengubah nasib, namun juga pergi meninggalkan segala hal yang dianggap membelenggu.

Selain itu, di perkotaan sistem hukum adat sudah semakin longgar. Kekerabatan matrilineal, contohnya, sudah lebih mengarah ke parental (garis kekerabatan ibu-bapak sekaligus). Begitu juga dengan waris, sudah didominasi waris secara Islam, tidak lagi melulu harta warisan jatuh ke tangan perempuan. Dalam hukum adat, untuk pusaka tinggi maka warisnya jatuh ke garis perempuan, sedangkan pusaka rendah atau harta pencarian orang tua dapat diwariskan ke anak-anak (lekaki atau perempuan).

Seiring perjalanan waktu Minangkabau berkembang cukup pesat. Tokoh-tokoh Minang tercatat sebagai politisi, diplomat ulung, dan pedagang yang pandai. Secara umum, kehidupan beragama di Minangkabau saat ini cukup damai dan kondusif, kecuali beberapa riak konflik yang kecil, seperti pelarangan pemasangan plang nama Masjid Mubarak Ahmadiyah di bilangan Jalan M Yamin, Padang, (namun sekarang plang itu sudah dipasang kembali), dan insiden perusakan gedung beratab kubah di bilangan jalan Raden Saleh, Padang.

Akhir kata, kedamaian merupakan resultan dari kemampuan pihak luar menghormati kearifan lokal suatu daerah, dan kemampuan internal suatu komunitas bereaksi secara dewasa dan rasional terhadap perbedaan di sekelilingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun