Sebaik-baik pasangan suami istri adalah yang hidup rukun dan sejahtera dalam naungan berkat Tuhan. Akan tetapi dinamika hubungan suami istri boleh jadi tidak selamanya rukun atau kalaupun rukun tetap juga mendesak cerai dengan alasan tertentu yang dibenarkan hukum. Ada kalanya keadaan mendesak pasangan suami-istri untuk bercerai, misalnya kekerasan dalam rumah tangga yang mengancam jiwa.
Kali ini saya akan membagikan tips bercerai yang simpel, tidak butuh waktu lama, ringan biaya dan tak mampu ditolak hakim.
Tentu perceraian di sini adalah perceraian dalam konteks yang serius. Bukan main-main atau sekedar iseng. Jangan pernah main-main dengan perceraian, kata nenek itu bahayyya, dan kemungkinan besar ketahuan di pengadilan. Baiklah.
Yang utama tentu saja alasan perceraian tidak mengada-ada alias memiliki dasar hukum dan mampu dibuktikan dalilnya kelak di pengadilan. Mungkin banyak sekali alasan orang untuk bercerai. Kadang ceritanya, wuih, begitu kompleks dan pusing kepala mendengarnya. Namun fokuskan saja pada alasan-alasan yang dibolehkan menurut peraturan perundang-undangan. Pilihlah salah satu atau beberapa dari sekian alasan perceraian yang faktual dan dibolehkan oleh perundang-undangan.
Adapun alasan perceraian yang dibolehkan peraturan perundang-undangan adalah: (a) salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; (b) salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; (c) salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
(d) salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; (e) salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri; (f) antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; (g) suami melanggar taklik-talak; dan (h) peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Ambil contoh, perselisihan dan pertengkaran sebagai alasan mengajukan perceraian. Alasan ini harus dicantumkan dalam permohonan/gugatan cerai dan disebutkan sebab-sebabnya secara ringkas dan padat, tidak usah berpanjang-panjang. Pastikan ada setidaknya dua orang saksi, sebaiknya dari keluarga, yang mengetahui pertengkaran tersebut. Kedua saksi inilah yang kelak akan dimajukan ke pengadilan. Dari keterangan saksi-saksi tersebut kelak harus tergambar bahwa perselisihan atau pertengkaran itu memang sudah gawat dan tidak bisa lagi dirukunkan kembali.
Akan lebih mudah lagi prosesnya jika salah satu pihak (tergugat/termohon) tidak datang lebih dari dua kali persidangan awal sehingga bisa langsung diputus hakim dengan putusan verstek alias tanpa kehadiran tergugat/termohon. Jadi, cukup sidang dua atau tiga kali sudah putus. Tidak perlu berlama-lama. Tinggal tunggu panggilan pengucapan ikrar talak. Lalu keluar akta cerai.
Tips lain yang simpel: suami-istri yang akan bercerai terlebih dahulu sepakati supaya tergugat/termohon tidak usah datang-datang sidang. Ini agar putusannya verstek.Â
Hakim tidak akan berkutik untuk tidak lain kecuali mengabulkan gugatan/permohonan cerai jika pemohon mampu membuktikan dalilnya. Pembuktian ini dengan alat-alat bukti yang ditentukan perundangan seperti bukti surat, saksi-saksi, dll.
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H