[caption id="attachment_196392" align="aligncenter" width="204" caption="Bapak Proklamator dan Presiden RI Pertama Ir. Sukarno. Sumber foto: caritauaja.info"][/caption] Ejaan nama yang paling kita kenal bagi Bapak Pahlawan Proklamator ini adalah "Soekarno". Ejaan nama demikianlah yang umum ditemui di buku-buku sejarah, berita media massa, dan nama jalan serta bandara. Atau, menjadi "Soekarno-Hatta" jika namanya digabung dengan Wakil Presiden pertama Indonesia yang juga Pahlawan Proklamator, Moh Hatta. Sebenarnya, beliau sendiri minta dipanggil dengan ejaan "Sukarno". Bukan "Soekarno" seperti umum dipakai pada saat ini. Hal mana bisa kita buktikan dari permintaan Sukarno sendiri dalam buku otobiografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. Makanya, tidak akan ditemui ejaan nama "Soekarno" dalam buku otobiografi ini. Eh, tunggu dulu, bukankah waktu otobiografi ini diterbitkan (tahun 1965) belum menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD (mulai berlaku 23 Mei 1972)? Buku otobiografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu sendiri ditulis oleh Cindy Adams berdasarkan hasil serangkaian wawancara pada Sukarno dan kemudian diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris tahun 1965 dengan judul Sukarno An Autobiographys as Told to Cindy Adams oleh penerbit The Bobbs-Marrill Company Inc, New York.Setahun kemudian barulah keluar edisi bahasa Indonesia yang telah beberapa kali dicetak ulang hingga hari ini, terakhir edisi revisi cetakan kedua terbit tahun 2011. Nah, jika dihubungkan antara permintaan Sukarno supaya namanya dieja dengan "Sukarno" dengan tahun diterbitkannya buku otobiografi Sukarno tersebut, maka jelaslah bahwa ejaan nama "Sukarno" adalah yang paling benar. Benar di sini baik dari segi amanat dari yang punya nama sendiri maupun dari segi ejaan resmi yang seharusnya berlaku pada tahun 1960-an hingga hari ini. Sukarno sengaja merevisi penulisan ejaan namanya tidak lagi berdasarkan Ejaan Bahasa Melayu Kuno atau Ejaan Van Ophuijsen pada tahun ia dilahirkan (6 Juni 1901) melainkan dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi agar nampak nasionalis. Huruf 'oe' memang tidak dipakai lagi dalam ejaan bahasa Indonesia tahun 1960-an. Huruf 'oe' telah digantikan menjadi 'u' pada saat Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947) diganti Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947-1972) pada tanggal 17 Maret 1947. Jadi, sebelum EYD huruf 'oe' sudah tidak digunakan lagi. Dengan demikian, ejaan yang benar adalah "Sukarno". Semoga ejaan nama ini yang dipakai seandainya permohonan penganugerahan Pahlawan Nasional pada Sukarno dan Moh Hatta, yang diajukan oleh PP Muhammadiyah, dikabulkan oleh Presiden RI dan Dewan Tanda-Tanda Kehormatan.[] ------------ Referensi: Cindy Adams, 1965. Sukarno an Autobiographys as Told to Cindy Adams atau Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terj., Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Jakarta: Yayasan Bung Karno-PT Media Pressindo, 2011. Detik.com, Sejarawan: Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soekarno & Hatta Tepat id.wikipedia.org, Ejaan Van Ophuijsen ------------, Ejaan Yang Disempurnakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H