Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membunuh Seekor Ular = Puasa 5 Hari

19 Agustus 2012   06:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:32 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syahdan, waktu kami kecil dulu, bapak sering bercerita kepercayaan tahayul kuno di kampungku. Kalau berhasil membunuh seekor cicak nilainya sama dengan "seperiuk puasa" (baca: satu hari puasa). Lebih bagus lagi membunuh seekor ular, karena nilainya sama dengan "lima periuk puasa".

Kami yang masih kecil sangat kepayahan menjalankan ritual puasa. Laparnya minta ampun. Ketika mendekati jam 14-an siang perut serasa melilit pedih, perih, kerongkongan terasa kering kerontang, tenaga juga lemas, bahkan mata kadang terasa berkunang-kunang. Maklumlah, usia anak-anak masih pertumbuhan yang butuh banyak nutrisi. Sedangkan kami anak-anak tak henti bermain di kampung persawahan Surumekah, Padang Guci, Kaur, Bengkulu Selatan, Bengkulu.

Atas cerita dongeng tersebut kami anak-anak bersemangat berburu cicak di pelapon rumah pondok, di tengkiang (tempat menyimpang padi), atau di dekat dapur. Waktu itu, kami sama sekali tak tahu siklus rantai makanan dalam ekosistem. Bahwa cicak sangat dibutuhkan rantai makanan ekosistem untuk membasmi nyamuk. Yang kami tahu kalau berhasil membunuh seekor cicak bisa menggantikan puasa satu hari, jadi aku tak perlu puasa satu hari esok.

Suatu hari masih di masa yang lalu, saat usiaku sekitar 8 tahun, aku dan adik berhasil membunuh seekor ular phyton sebesar pergelangan tangan orang dewasa. Prestasi ini tidak bisa dianggap sebelah mata untuk anak umur 8 tahun. Bapak sampai geleng-geleng kepala. Sebenarnya, aku tak butuh terlalu banyak upaya untuk menghabisi ulang phyton tersebut. Karena ular itu "tejelimpuk" diam di atas dahan pohon sirkaya karena kekenyangan habis menyantap ayam.

Pertama-tama kutebas tengah badan ular phyton itu dengan sebilah golok milik babak yang tajam berkilat. Ches! Hampir putus. Darah muncrat. Belum puas, kutebas lagi di sekitar badan dekat ke arah kepala. Kepalanya nyaris putus. Sudah itu tanpa ampun golok kuayunkan berkali-kali ke tubuh ular itu hingga putus jadi tiga atau empat bagian. Beberapa bagian tubuh ular itu kubawa pulang untuk dipersembahkan pada bapak. Hmm, sejak kecil bakat sadisku sudah mulai muncul.

Aku melangkah pulang dengan perasaan senang. Artinya, aku tak perlu puasa lima hari ke depan. Ada perasaan kemenangan yang membucah.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun