Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saatnya Pengacara Berbenah Diri

17 Agustus 2012   15:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:37 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345215581848734058

[caption id="attachment_193749" align="aligncenter" width="480" caption="Foto Sgp/hukumonline.com"][/caption] Dua hakim tangkapan KPK di halaman Pengadilan Tipikor Semarang, Jumat (17/8), ternyata sebelumnya berprofesi sebagai advokat. Sebagaimana luas diberitakan, keduanya bernama Kartini Julianna Mandalena Marpaung (KJM) dan Heru Kisbandono (HK). KJM dan HK merupakan anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). KJM dengan nomor anggota C.98.11184, sedangkan HK A.03.10136. Masih menurut database PERADI, KJM merupakan advokat asal Medan, Sumatera Utara, sedangkan HK adalah advokat asal Semarang, Jawa Tengah. Memang cukup banyak hakim Tipikor yang berlatar belakang advokat/pengacara. Dengan telah berprofesi sebagai hakim ad hoc Tipikor maka otomatis profesi lama (advokat) non-aktif. Jika sudah selesai menjalankan tugas sebagai hakim ad hoc Tipikor, berkemungkinan besar advokat ybs akan kembali aktif di profesinya yang lama (advokat). Dengan tertangkapnya dua hakim dan satu orang swasta atas nama Sri Dartuti (SD) tersebut maka makin banyaklah daftar penegak hukum yang ditangkapi atau ditetapkan tersangka oleh KPK, setelah tangkapan besar di Korlantas Mabes Polri belum lama ini. Jika kelak terbukti dan divonis hakim bersalah di pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap, maka mereka semua benar-benar telah menjadi 'tongkat pembawa rebah'. Harusnya sebagai penegak hukum, malah merobohkan hukum dengan perbuatannya. Perbuatan penegak hukum demikian bukan saja menghancurkan diri sendiri dan keluarganya, melainkan ikut menggerus kepercayaan publik pada profesi penegak hukum. Padahal, basis utama dari penegakan hukum adalah kepercayaan publik. Makin panjangnya daftar tangkapan KPK dari unsur penegak hukum juga membuktikan bahwa reformasi pemberantasan korupsi di internal penegak hukum bersangkutan (pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan advokat) belum berjalan secara optimal. Sampai-sampai menunggu pihak eksternal (KPK) yang harus turun tangan barulah menjadi semacam terapi kejut. Para advokat yang terbukti melakukan tindak pidana berat semisal korupsi haruslah mendapat sanksi yang berat. Selain sanksi pidana, juga sanksi profesi berupa pemecatan secara permanen sebagai advokat. Dengan pemecatan permanen demikian maka ybs tidak bisa lagi menjadi advokat seumur hidup. Sebenarnya, kedudukan PERADI relatif lebih baik saat ini untuk membersihkan internal advokat dari 'pengacara hitam'. Pasalnya, PERADI merupakan organisasi wadah tunggal advokat seluruh Indonesia. Berbeda dengan dulu (sebelum tahun 2003), wadah organisasi advokat beraneka macam, sehingga ketika advokat dipecat dari organisasinya maka ybs akan loncat pagar ke organisasi lain, jadi ybs bisa terus eksis sebagai advokat. Selain urgensi memperkuat lagi gerakan antikorupsi dari dalam, misalnya dengan fakta integritas, PERADI bisa berkerjasama lebih intens dengan KPK. Beberapa tahun lalu majalah Forum Keadilan telah melansir hasil investigasi daftar pengacara yang disebut sebagai 'pengacara hitam' terutama di Jakarta. Dari sini bisa mulai dengan memasukan mereka dalam radar pemantauan. Ketemu bukti, tangkap tangan, lalu sikat habis tanpa ampun. Acap terjadi pengacara petantang-petenteng sok hebat tahu-tahunya berkerja sebagai sindikat mafia hukum, saling 'pelihara' dengan oknum di institusi penegak hukum lain. Ini sudah jadi rahasia umum. Sayangnya, gebrakan untuk membersihkannya secara total belum nampak terlihat secara serius. Bagi yang tak mau sadar-sadar juga, tunggulah hari naas. Tidak selamanya hari baik berpihak pada para mafia. Suatu saat hari itu akan tiba dan menohok tanpa ampun. Habislah semua tanpa sisa. Jatuh se-jatuh-jatunya, jatuh tapai.[] ------------------------- Sumber: - Kompas.com - hukumonline.com - news.detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun