Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kasus Misbakhun dan Indra Azwan: Potret Frustasi Pencari Keadilan

7 Agustus 2012   13:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mukhammad Misbakhun diproses hukum dengan sangkaan pemalsuan dokumen letter of credit (L/C). Ia ditahan sejak tanggal 27 April 2010 dan baru bebas bersyarat tanggal 18 Agustus 2011. Artinya, 1,4 tahun Misbakhun mendekam di penjara. Nyatanya, Misbakhun dilepaskan (onslag) oleh majelis hakim peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung yang diketuai Artidjo Alkostar tanggal 5 Juli 2012 lalu, karena perbuatannya dinilai bukan merupakan suatu tindak pidana. Pertanyaannya, bagaimana dengan kemerdekaan diri Misbakhun yang telah terampas oleh penahanan tersebut, dapatkah dikembalikan lagi oleh para penegak hukum? Sangat banyak korban-korban seperti M Misbakhun ini. Misbakhun tak tinggal diam. Sesudah lebaran tahun ini dikhabarkan ia akan mengajukan gugatan ke Dewan HAM PBB dan Amnesti Internasional. Pemerintahan SBY adalah tergugatnya karena dinilai telah mengkriminalisasi Misbakhun lebih karena sikap kritis yang bersangkutan terhadap kasus penyertaan modal sementara (PMS) pada Bank Century senilai Rp.6,7 triliun. Selain itu, pelapor kasus Misbakhun yaitu Andi Arief terancam pula akan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan fitnah, selain potensial digugat ke pengadilan perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum. Bayangkan. Sekelas elit pengusaha dan politisi seperti Misbakhun pun bisa "dikerjai" proses hukum. Bagaimana seorang rakyat biasa seperti Prita Mulyasari, Nenek Minah, Indra Azwan, dan banyak lagi lainnya. Indra Azwan (53) mengalami ketidakadilan yang menyayat hati. Anaknya Rifki Andika (12) ditabrak oknum polisi hingga tewas tanggal 8 Februari 1993 silam. Entah bagaimana ceritanya si pelaku Letda Joko Sumantri baru dihadapkan ke pengadilan militer tahun 2005 dan diputus pengadilan tahun 2008 silam. Tentu saja Joko dibebaskan hakim karena kasusnya telah kedaluwarsa. Indra Azwan menduga kuat kasus Joko sengaja diendapkan sedemikian rupa supaya pelaku bebas dari jerat hukum. [caption id="attachment_191854" align="alignright" width="300" caption="Indra Azwan (53) berjalan kaki Malang-Jakarta. Foto: suarasurabaya.net"][/caption] Indra Azwan tidak terima atas dibebaskannya pelaku. Lelaki asal kota Malang, Jawa Timur ini, kemudian melakukan protes dengan cara berjalan kaki menuntut keadilan dari kotanya hingga ke Jakarta. Sesampai di Jakarta ia menemui SBY tapi tak ketemu. Oleh pihak istana, Indra diberi uang Rp.25 juta. Dua tahun kemudian uang tersebut Indra kembalikan lagi pada SBY karena keadilan yang dimintanya tak kunjung datang. Ia tak puas. Kali ini Indra Azwan protes menuntut keadilan dengan berjalan kaki menuju Mekkah. Tujuannya untuk melapor langsung pada Allah Swt, mengadukan nasib keadilan yang diperjuangkannya. Ternyata Juli 2012 ia terhalang di perbatasan Thailand dan Myanmar oleh karena konflik kekerasan di sana. Dengan bantuan aktivis LBH, bapak tiga orang anak ini tetap melanjutkan perjalanan ke Mekkah dengan naik pesawat terbang. Kita boleh mengatakan bahwa cara Indra Azwan tidak tepat. Karena jalur perjuangan keadilannya memang keliru. Karena keadilan hukum harus ditempuh dengan jalur hukum juga, bukan dengan mendatangi pemerintah. Pemerintah sudah pasti tidak bisa apa-apa kecuali hanya memberi sekedar santunan sebagai tanda turut berempati. Akan tetapi, permasalahannya bukan itu. Permasalahannya adalah tidak beresnya proses hukum di republik ini. Begitu banyak kong kalingkong, kooptasi politik, intervensi kekuasaan, dan kekeliruan penerapan hukum. Sudahkan semua aparat yang bertanggungjawab mengusut kasus anak Indra Azwan tersebut mempertanggungjawabkan perbuatannya, secara pidana, dan setidaknya diproses secara disiplin kepegawaian karena melalaikan mengusut dan memproses kasus yang ditangani? Bayangkan saja. Pelda Marwan, manta bintara penyidik Denpom V/3 Malang, yang bertanggung jawab terhadap kasus Letda Joko Sumantri tersebut, baru diproses hukum dan dihadapkan ke pengadilan dengan dakwaan menghilangkan dokumen pemeriksaan kasus ini, pada Oktober 2011 lalu. Itulah sekedar contoh frustasi para pencari keadilan. Kegagalan penegakkan keadilan. ------------------------- Sumber: - Kompas.com - memoarema.com - surabaya.tribunnews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun