Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

MoU, 'Mahluk' Apaan Sih?

4 Agustus 2012   23:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:14 1615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13441402051959750454

[caption id="attachment_204696" align="aligncenter" width="620" caption="Pimpinan KPK, Abraham Samad, memimpin langsung penggeledahan Kantor Korps Lalu Lintas, Jakarta, Selasa, (31/7/2012). Penggeledahan ini diindikasi karena proyek pengadaan simulator kemudi motor dan mobil./Admin (KOMPAS.com/Vitalis Yogi Trisna)"][/caption] PADANG -- Tersebutlah Kabareskrim Polri Komjenpol Drs Sutarman ngotot meneruskan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator Ujian SIM di Korlantas Mabes Polri senilai Rp.196,87 miliar tahun 2011 lalu. Alasannya, Polri berpegang pada MoU. Sedangkan jelas-jelas penyidikan yang sama telah dimulai oleh KPK. Dimana menurut Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK, harusnya penyidikan oleh Polri dihentikan. Akan tetapi kepolisian seperti tutup mata. Alasan lainnya, mereka berpegang pada preseden penanganan perkara bersama KPK tahun 2010 dalam kasus penyidikan penyalahgunaan APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007 dengan tersangka Syamsul Arifin. Pengertian MoU Memorandum of Understanding (MoU) atau Gentleman Agreement atau Head Agreement semacam perjanjian pendahuluan atau kesepakatan awal, yang isinya masih bersifat umum atau belum detail. Karena perjanjian pendahuluan, maka MoU biasanya akan diikuti oleh dan dijabarkan dalam perjanjian lanjutan tersendiri yang lebih detail. MoU demikian biasa dipakai dalam aktivitas bisnis, hubungan antar lembaga pemerintah, dan hubungan antar negara. Berhubung hanya kesepakatan pendahuluan, maka ada pendapat bahwa MoU tidak sama atau tidak sederajat dengan perjanjian atau kontrak itu sendiri. Sedangkan sebagian pakar hukum lain berpendapat bahwa MoU merupakan perikatan keperdataan yang daya ikatnya sama dengan perjanjian. Penulis ada pada pendirian kelompok terakhir ini. Munir Fuady merupakan diantara pakar hukum dan penulis buku yang setuju bahwa daya mengikat MoU sama dengan perjanjian atau kontrak. Ia menyatakan "...bahwa kepada MoU secara yuridis formal juga berlaku ketentuan KUH Perdata sebagaimana juga terhadap perjanjian-perjanjian lainnya, sehingga MoU sama saja kekuatan hukumnya dengan pernjanjian lain." (Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek (Buku Keempat), Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h. 94). Nah, bagaimana jika MoU 'diadu' dengan undang-undang (UU), mana yang lebih tinggi dan lebih memiliki daya ikat? Pada dasarnya perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi para pihak yang membuatnya layaknya undang-undang (Pasal 1338 KUH Perdata). Akan tetapi, daya ikat perjanjian yang disebut 'layaknya undang-undang' tersebut hanya lokal atau privat bagi pihak yang membuatnya saja, tidak bagi pihak luar. Sementara itu, UU sifat keberlakuannya mengatur publik luas. Karena itu, dalam perspektif publik, UU lebih kuat daya berlakunya dibandingkan sebuah MoU. Contoh "MoU" Polri-KPK Bagaimana dengan MoU yang digadang-gadang oleh Polri tersebut, benarkah sebuah MoU dan bagaimana keabsahannya menurut hukum? Mari kita lihat bersama-sama point-point MoU, yang ternyata berjudul "Kesepakatan Bersama Antara Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Nomor: KEP-049/A/J.A/03/2012, nomor: B/23/III/2012, dan nomor: SP3-39/01/03/2012 Tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" tertanggal 29 Maret 2012, sebagai berikut:

1. Dalam hal PARA PIHAK melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyeledikan atau atas kesepakatan PARA PIHAK.

2. Penyelidikan yang dilakukan pihak kejaksaan dan pihak POLRI diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya diberitahukan kepada pihak KPK paling lama 3 (tiga) bulan sekali.

3. Pihak KPK menerima rekapitulasi penyampain bulanan atas kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri.

4. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidan korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh PARA PIHAK, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara.

(Sumber dikutip dari detik.com)

Dari point-point Kesepakatan Bersama Polri-KPK tersebut di atas memang dapat dikategorikan sebagai MoU karena aturannya bersifat umum dan tidak begitu detail. Pertanyaannya, apakah ada perjanjian lebih lanjut yang lebih detail untuk menindaklanjuti MoU tersebut? Penulis belum pernah mendengar ekspose ada perjanjian lanjutan demikian. Sebagaimana telah penulis bahas di sini, bahwa MoU antara Polri - KPK tersebut secara hukum tidak mengikat karena batal demi hukum oleh karena syarat objektif perikatan tidak terpenuhi, yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (syarat kausa yang halal/legal). Dalam hal ini, MoU tersebut bertentangan dengan Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK. Pasal 50 UU KPK tersebut sama sekali tidak membuka peluang duplikasi penyidikan atau penyidikan bersama-sama dalam kasus yang sama. Namun yang terjadi, KPK - Polri melakukan duplikasi penyidikan dalam kasus yang sama. Bisa saja KPK - Polri beralasan bukan duplikasi karena mereka berbagi tersangka yang disidik terpisah. Akan tetapi, jangan lupa, bahwa kasusnya sama. Dalam kasus Simulator SIM, misalnya, sekalipun para tersangka dibagi-bagi antara KPK dan Polri, akan tetapi kasusnya ya sama saja. Kasus Simulator SIM itu juga. Dimana para tersangka akan berkedudukan sebagai saksi satu sama lain. Karena itu, duplikasi penyidikan otomatis telah terjadi. Tak pelak, MoU Polri - KPK tersebut bisa dikatakan sebagai upaya "kudeta kewenangan" terselubung terhadap KPK. MoU itu adalah skandal![]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun