Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pedihnya Ramadhan Etnis Rohingnya

28 Juli 2012   15:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:30 1526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_190273" align="aligncenter" width="614" caption="Derita pengungsi pelintas batas etnis Rohingya, di sungai Naf, Bangladesh, 13 Juli 2012. Foto: AFP, mizzima.com"][/caption] PADANG -- Pembersihan etnis Rohingya yang beragama Islam di Provinsi Rakhine Myanmar (Burma) sampai sekarang terus bereskalasi makin mengerikan. Populasi etnis Rohingnya terus menyusut dari tahun ke tahun akibat dibantai rezim penguasa dan suku lain di Myanmar. Tahun 1990-an etnis Rohingya berjumlah sekitar 7 juta jiwa, sekarang tinggal tersisa 700-an ribu jiwa saja. Apa yang dilakukan negara-negara di dunia yang mengaku beradab? Indonesia sebagai negara terbesar dan dianggap pimpinan di kawasan ASEAN paling-paling hanya bisa menyampaikan nota protes diplomatik; pemimpin demokrasi Myanmar sekaligus peraih hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu kyi hanya diam seribu bahasa. Sungguh mengecewakan. Haruskah pembersihan etnis ini dibiarkan terus sampai etnis Rohingnya punah ditelan sejarah? Yang terbaik memang setiap bangsa termasuk bangsa Myanmar berhak menentukan sendiri nasib dan masa depannya, tanpa campur tangan pihak asing. Tapi sampai kapan? Dalam suasana begini terasa bahwa dunia memang membutuhkan "polisi dunia". Hanya saja polisi dunia tak bisa diserahkan pada negara seperti Amerika Serikat. Sedangkan Dewan Keamanan PBB nampak tak bergigi lagi. Alangkah pedihnya Ramadhan di Provinsi Rakhine, Myanmar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun