Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyeragaman Gila-gilaan di Sekolah

10 Juli 2012   00:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:08 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hari kedua anakku sekolah tahun pertama di sebuah sekolah dasar swasta yang cukup terkenal di kotaku. Kuperhatikan seragamnya. Benar-benar seragam. Sama persis dengan semua kawannya, baik dari segi model maupun warna. Sampai-sampai buku dan pensil pun seragam--sudah disediakan pihak sekolah.

Tentang penyeragaman seragam sekolah ini merupakan cerita klasik. Alasan penyeragaman selalu seputar ini: sebagai identitas pengenal sekolah dan supaya jurang kaya-miskin tidak nampak.

Dengan seragam itu semua siswa benar-benar seragam. Sampai-sampai imajinasi liarku menerawang...seandainya ada cetakan yang bisa membuat wajah dan tubuh anak-anak ini bisa diseragamkan juga barangkali anak-anak ini akan dimasukkan ke dalam cetakan itu. Keluar dari cetakan wajah anak-anak ini persis sama seperti kloningan.

Entah mengapa kaya-miskin harus ditutupi. Kaya-miskin adalah realitas. Mengapa harus mengingkari realitas.

Bukankah sudah ada mata pelajaran budi pekerti yang akan mengajarkan anak-anak berempati dan toleran. Lagi pula hanya pendidikan yang sesat saja yang membentuk pribadi suka memamerkan kekayaan orang tuanya. Hanya orang lemah yang menyandarkan kekuatan diri pada asesoris harta.

Sekarang tak ada yang tersisa di sekolah bagi promosi saling menghormati warna-warni perbedaan. Semua pada seragam: pakaian, kurikulum, bahkan perlakuan pada anak didik.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun