Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

3 Bulan: 120 Tulisan, 30 Klik, 3 Tanggapan, 0 Penilaian

30 Juni 2012   10:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:24 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga bulan ia bergabung di blog itu. Sudah ratusan artikel ditulis. Tapi dari ratusan artikel itu, nyaris tak ada orang yang membacanya. Rata-rata kolom 'dibaca' kosong melompong, paling banyak 10 orang yang klik (belum pasti baca). Kolom komentar juga kosong melompong, tak satu jua orang berkomentar. Ah, ya, ada tiga komentar di tiga artikel tapi ketiga-tiganya penulis sendiri yang mengomentari tulisannya. Ia merasa berbakat menulis. Tarikan dari hati. Walau merasa tulisannya belum bagus dan masih terus mengasah diri, namun ia merasa sudah berjuang. Ia menulis dengan cepat. Tapi tak ada yang peduli dengan tulisannya, tak ada yang sudi membacanya. Ia tak patah semangat. Dicobanya tips penulis yang dibacanya di sebuah artikel. Dikliknya ajakan pertemanan sebanyak mungkin. Hari itu, sudah diterima 37 orang teman baru. Langkah berikutnya, ia mengaktifkan diri memberi komentar di lapak-lapak orang lain. Harapannya, orang-orang itu mau pula "balas budi" membaca dan mengomentari tulisannya. Tapi tidak. Sudah ditunggunya tiga hari hasil kerja mengomentari lapak orang. Tetap tak ada orang yang berkunjung ke lapaknya. Ia sungguh haus aspirasi, eh, apresiasi. Karya tanpa apresiasi serasa penjara dalam penjara. Dia merenung sendiri sore itu. Ditemani sepiring ubi rebus, secangkir kopi pahit, dan sebungkus rokok 1234. Sambil menyikat satu per satu teman permenungannya itu, ia berpikir keras. Keras sekali ia berpikir, sampai-sampai energi dari ubi kayu dan kopi pahit tak membekas. Ia frustasi. Apa yang salah? [caption id="attachment_185569" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi (school.discoveryeducation.com)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun