[caption id="attachment_184957" align="aligncenter" width="609" caption="Gedung KPK Sekarang (2.bp.blogspot.com)"][/caption] Gerakan Lawan Mafia Hukum Sumbar, dimana saya ikut di dalamnya, akan mengadakan kegiatan pembahasan rencana saweran pembangunan kantor baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (28/6), di Jalan Pekanbaru, Padang. Kali ini, saya akan ikut kegiatan tapi tidak akan ikut saweran. Itulah pendirian pribadi saya. Alasannya, KPK merupakan lembaga resmi negara dibidang penegakan hukum, bukan LSM. Pendanaannya harus mengikuti sistem hukum administrasi negara tertentu. Eksistensi KPK merupakan lembaga resmi negara yang dibentuk dengan undang-undang (UU No 30 Tahun 2002). Karena dibentuk dengan UU maka segala pembiayaan lembaga ini menjadi tanggung jawab sistem keuangan negara dalam hal ini APBN guna memastikan bahwa independensi KPK tidak bias apalagi sampai terganggu. Dalam UU KPK memang tidak disebutkan bahwa sumbangan warga negara pada KPK sebagai dilarang. Dalam ilmu hukum materil dikatakan sesuatu yang tidak dilarang berarti boleh. Artinya, sumbangan sukarela warga untuk membangun gedung baru KPK boleh-boleh saja. Tidak ada larangan hukum sama sekali. Permasalahannya adalah, pentingnya menjaga sistem ketatanegaraan dan administrasi negara di bidang penegakan hukum. Sistem bernegara harus membiasakan diri bekerja dalam sistem juga. Tidak menjalankan sistem ketatanegaraan-administrasi negara dengan cara-cara ad hoc. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah, KPK harus dijalankan dalam sebuah sistem ketatanegaraan dan administrasi negara tertentu, termasuk soal pendanaan. Jangan sampai sebuah institusi negara, apalagi dibidang penegakan hukum yang menuntut independensi mutlak, melakukan gerakan pendanaan mirip sebuah LSM. Walaupun tidak dilarang tapi tidak taat sistem.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H