Artikel singkat berikut ini mencoba mengurai benang merah antara kaum Padri tempoe doeloe dengan kaum "Padri Modern". Paham agama yang menghalalkan kekerasan demi memurnikan ajaran agama dan perang melawan kemaksiatan tersebut telah merepotkan Nusantara tak kurang selama 209 tahun! Kaum Padri periode awal [caption id="attachment_181880" align="alignright" width="150" caption="Muhammad bin Abdul al-Wahhab (?), Sumber: theworldbiography.blogspot.com"][/caption] Dalam 209 tahun terakhir bangsa Nusantara direpotkan luar biasa oleh perang dan kekerasan atas nama agama. Mulai dari Perang Padri sampai bom Amrozi. Keduanya, disadari atau tidak, diilhami pola dakwah a la kaum Wahabi yang diimpor dari tanah Arab. Itulah ideologi gerakan Wahabi yang diperkenalkan Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb At-Tamimi Al-Najdi (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M). Tersebutlah pertama kali saudara sebangsa saling menumpahkan darah atas nama pemurnian ajaran agama terjadi dalam Perang Padri selama 35 tahun (1803-1838 M) di Minangkabau, antara kaum ulama (Padri) melawan kaum Adat. Awalnya, perang Padri dilatarbelakangi oleh kepulangan tiga orang haji dari Mekkah tahun 1803, yakni Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang. Ketiga haji yang membawa ajaran Wahabi dari Arab tersebut kemudian membentuk aliansi dengan pemimpin perguruan Islam di tanah Minangkabau hingga terbentuklah Pimpinan kaum Padri yang bernama Harimau Nan Salapan (Tuanku Nan Renceh, Tuanku Pasaman, Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, Tuanku Lintau, Tuanku Mansiangan, Tuanku Pandai Sikek dan Tuanku Barumun). Harimau Nan Salapan inilah yang memerangi siapa saja kaum Adat yang tidak mau mengikuti ajaran mereka untuk meninggalkan kemaksiatan. Telah banyak kajian, makalah dan buku-buku yang membahas hubungan antara kaum Padri di Minangkabau dan Mandailing dengan paham Wahabi. Antara lain bisa dibaca di sini. Atas nama pemurnian ajaran agama, Tuanku Rao (1790-1833 M) dkk melakukan aksi pembantaian di mana-mana. Siapa saja yang tak mau mengikuti dakwah mereka, dibabat habis. Tak terhitung korban nyawa dan harta benda selama perang Padri 35 tahun tersebut. Namun harus diakui bahwa paham Wahabi ada juga manfaatnya ditengah penjajahan kolonial Belanda. Dengan paham serba kaku dan keras a la Wahabi, para pejuang muslim dapat digerakkan secara militan untuk melawan penjajah Belanda (kaum kafir). Terbukti belakangan kaum Padri berperang sengit sampai mati melawan Belanda. Kaum "Padri Modern" Pasca kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, paham Wahabi imporan dari Arab, yang menghalalkan kekerasan demi jalan dakwah dan tujuan politis tersebut, masih menginspirasi para pejuang muslim. Sebut saja mulai Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (1905-1962) proklamator Negara Islam Indonesia (NII), DI/TII Ibnu Hadjar (Kalimantan), DI/TII Amir Fatah (Jawa Tengah), DI/TII Kahar Muzakkar (Sulawesi), sampai DI/TII Daud Beureueh (Aceh). Sekarang, di era Reformasi jaman modern ini, paham dakwah dengan kekerasan ala Wahabi tersebut menjelma dalam diri ormas-ormas keagamaan garis keras seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam, dan lain-lain. Aksi mereka terekam mulai dari membubarkan diskusi buku, memukuli para wanita, menggagalkan konser musik, sampai merazia kasino dan tempat bilyar. Selain ormas keagamaan yang menghalalkan kekerasan demi jalan dakwah melawan kemaksiatan kelas teri, juga terdapat beberapa aliran dakwah ultra keras seperti Amrozi Cs yang menghalalkan bom bunuh diri, kapan perlu membunuh warga sebangsa dan seagama demi jihat melawan AS, Israel dan antek-anteknya. Alih-alih berperang melawan AS di AS atau melawan Israel di Israel, kelompok kedua ini malah berperang melawan AS dan Israel di Indonesia. Ormas agama garis keras dan bomber teroris itulah kaum "Padri Modern".[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H