[caption id="attachment_181299" align="aligncenter" width="300" caption="Yusril Ihza Mahendra (republika.co.id)"][/caption] Orang yang paham ilmu logika dengan gampang mematahkan argumen yang bersifat menyerang 'pribadi' lawan (argumentum ed hominem), bukan menyerang 'argumen' dari lawan bicara/debat itu sendiri. Tersebutlah contoh dalam debat capres tahun 1999 di kampus UI, Salemba, sekita bulan Juni tahun 1999. Amien Rais dengan tubuh mungilnya yang gesit datang terlambat pada waktu itu. Amien sudah mirip presiden benaran, hadir belakangan di sebuah acara saat semua orang sudah berkumpul dan acara siap dilaksanakan. Dimana telah berkumpul pada waktu itu, ada Yusril Ihza Mahendra, Sri Bintang Pamungkas, dan Didin Hafidhuddin. Debat pun dimulai. Tiba giliran Yusril bicara, ia langsung bicara dari perspektif hukum tata negara yang sangat dikuasainya. Sampai pada satu titik, Yusril tiba-tiba menyerang Amien Rais, menyerang sekaligus menggiring lawan debat ke wilayah yang dikuasainya. "Bagaimana Saudara ini, sebagai calon presiden, sejarah ketatanegaraan kita saja tidak tahu!," tukuk Yusril dengan tangkas. Amien tampak senyum-senyum saja. Amien segera menimpali dengan tak kalah tangkas. "Wah, ini sudah mulai arogan sedikit. Bagi saya, Yusril ini adik saya jauh, bicara bahasa Inggrisnya saja masih belepotan," balas Amien pada Yusril. Ditohok begitu rupa kontan air muka Yusril berubah seketika, wajahnya jadi mengeras, senyumnya pun hilang seketika. Ibarat pertarungan dua pendekar dalam dunia persilatan, Yusril kena tendang tepat di hulu hati dan terpental ke belakang beberapa tombak. Audien pun nampak tercekat mendengar serangan balik Amien tersebut. Ingatan publik barangkali melayang ke tanggal 21 Mei 1998, ketika Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya, kemudian beberapa saat setelahnya Yusril diwawancarai jurnalis asing dan Yusril memberikan penjelasan dalam bahasa Inggris. Mungkin momen ini yang dimaksud Amien Rais. Sampai berbulan-bulan setelah debat capres tersebut, Yusril nampak belum bisa melupakan kekalahannya atas Amien Rais. Sepertinya "dendam" pada Amien Rais. Buktinya, sekian bulan setelah kejadian tersebut, Yusril berkunjung dan berbicara di Auditorium Universitas Andalas. Di sini Yusril berkata agak menggeram, "Apa Amien Rais itu, mengkritik bahasa Inggris saya. Bahasa Inggrisnya dia saja logat Jawa." Lebih kurang begitu kalimat Yusril dengan sinisnya. Sebagai ahli hukum tata negara, Yusril memang terkenal sangat tajam pemikirannya. Saya sendiri sudah mengikuti pemikiran beliau dari wawancara media, artikelnya di koran, dan buku yang ditulisnya. Jika terbaca ada tulisan Yusril di koran, segera kubeli koran itu dan kukliping pada kesempatan pertama. Saya masih mahasiswa waktu itu. Buku Yusril yang berjudul Dinamika Tatanegara Indonesia terbitan Gema Insani Press tahun 1996, juga saya lahap dengan nikmatnya. Selain mengikuti pemikirannya, saya juga mengamati gaya bicara dan gaya berpakaian Yusril. Sekedar mengamati saja, hobi saya sejak lama. Bukan untuk meniru gaya Yusril. Waktu Yusril berkunjung ke Universitas Andalas, adalah kesempatan pertama saya melihat Yusril dari jarak dekat dengan mata kepala sendiri. Gaya berjalannya berayun mantap, sambil menoleh dan senyum dikulum seperti ciri khasnya. Diluar dugaan saya, Yusril berpakaian sangat infromal pada waktu itu. Dengan mempadupadankan celana jeans dan jaket dari bahan jeans pula yang kedua lenganya digulung ke atas, Yusril terlihat gagah. Gaya bicaranya sangat khas. Yusril dan Yusron, adiknya yang kukenal belakangan, hampir sama gaya bicaranya. Kalimatnya mengalir seolah sudah terkonsep sebelum dibicarakan. Dengan lidah Melayu-nya ia bicara dengan lancar. Andai kata pembicaraan Yusril tersebut langsung diketik pada saat yang sama, nyaris tak perlu diedit apapun lagi. Sudah jadi. Itu pengamatan saya pada waktu itu. Sambil bicara, Yusril suka mendongakkan dagunya. Dengan gayanya ini, banyak orang mempersepsi Yusril sebagai angkuh. Beberapa orang kawan yang acap berinteraksi dengannya, yang sempat kutanyai, juga berpendapat serupa. Sebaliknya saya mempersepsi gaya Yusril itu sebagai gaya orang yang tak mau direndahkan.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H