Pemilihan presiden baru akan diselenggarkan tahun 2014 mendatang tapi suhu politik mulai menghangat. Dihangatkan terutama oleh para tokoh yang akan bertarung. Tersebutlah Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie diantaranya. Ia tak sungkan menyatakan siap maju atau menyerang lawan-lawan dari partai lain semisal Partai Nasdem. "Apa itu Nasdem? Panas Demam?", begitu tanyanya dengan nada mencemooh dan benar saja segera menjadi trending topics di twitter hari ini.
Memang hanya Ical tokoh politik yang sudah terang-terangan menyatakan diri siap bertarung di Pilpres tahun 2014. Untuk itu ia sudah mengkonsolidasikan kekuatan dukungan politik pertama-tama di internal partainya sendiri.
Bukti nyatanya adalah percepatan Rapimnas khusus partai Golkar, yang semula dijadwalkan bulan Oktober 2012 mendatang, dipercepat menjadi bulan Juli 2012. Tujuan Rapimnas khusus ini untuk menetapkan dan mengusung Ical sebagai satu-satunya Capres dari internal partai Golkar. Rencana Rapimnas khusus ini sepertinya sulit dibendung walaupun sudah ditentang oleh politisi senior partai Golkar seperti Zainal Bintang dan Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tanjung.
Ical sepertinya sudah memetakan siapa kawan dan siapa lawan di internal partainya. Suatu hal yang tak terelakan di tubuh sebuah partai tua yang ritme friksinya sangat dinamis. Diantara pendukung setia, banyak juga penentang yang tidak setuju dengan ambisinya menjadi presiden. Para tokoh yang mendukung Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung berada dikubu yang menetang Ical.
Bolehlah disimpulkan bahwa pertarungan para elit di internal partai Golkar didominasi oleh politisi kaum tua. Siapapun pemenang dari pertarungan internal tersebut tetaplah politisi tua berumur di atas 60 tahun. Pada 2014 mendatang, Akbar Tanjung akan berumur 69 tahun (kelahiran 14 Agustus 1945), Jusuf Kalla akan berumur 72 tahun (kelahiran 15 Mei 1942), dan Aburizal Bakrie akan berumur 68 tahun (kelahiran 15 November 1946). Bakal capres kakek-kakek.
Walaupun JK dan Akbar lebih berpengalaman dan lebih cemerlang dibidang politik dibandingkan Ical, akan tetapi era JK dan Akbar sudah selesai. Itulah kenyataannya. Walaupun dua tokoh tua ini masih punya pendukung setia di partai, tapi realnya mereka tidak punya posisi sehingga bisa mengambil keputusan eksekutif di partai. Ini kunci utama.
Kekuatan utama Ical adalah menduduki posisi top eksekutif di partai. Ia menyadari betul posisinya. Tidak ingin dipecundangi oleh rival politik separtainya yang nota bene tidak memiliki jabatan eksekutif, hanya punya pengaruh politik saja. Jika itu terjadi bukankah ironis? Ical segera bergerak mengamankan posisinya. Ia memang seorang ambisius sejak muda.
Hanya ada catatan bagi diri Ical. Walau ia punya posisi top eksekutif di partai, tapi barisan pendukungnya hanya solid di level DPD Provinsi. Kurang mengakar di tingkat DPD Kabupaten/Kota. Bukankah dapat kita lihat bagaimana beberapa ketua DPD Kabupaten/Kota menentang keputusan percepatan Rampimnasus partai Golkar yang diinisiasi oleh barisan Ical. Karena itu, Ical nampak menolak ide Rapimnasus yang diperluas mencakup DPD Kabupaten/Kota.
Si Akbar dan JK pun nampaknya hafal betul kelemahan mereka tersebut. Jadi jangan heran jika kedua tokoh tua ini mendesakan mekanisme survey dan konvensi untuk menetapkan bakal calon presiden internal partai Golkar. Sebab, hanya dengan dua mekanisme inilah mereka berdua jadi punya peluang untuk diusung partai sebagai bakal calon presiden.
Sampai bulan Juli mendatang kita akan disuguhi pertarungan internal partai Golkar tersebut. Siapa pemenangnya belumlah pasti walau sudah bisa dikira.
Jika pertarungan politik di internal partai saja sudah sedemikian liatnya, entah bagaimana ceritanya dengan pertarungan antar tokoh partai yang berbeda. Jarak dua tahun lagi menuju 2014 masih akan diwarnai pertarungan para tokoh secara liar dan acak.
Sampai batas akhir penetapan bakal calon oleh KPU nanti, saat ini kita belum tahu pasti siapa calon yang definitif akan bertarung dalam Pilpres 2014. Bisa jadi lahir tokoh-tokoh baru yang sebelumnya tak diperhitungkan, semisal Joko Widodo (Jokowi) dan Dahlan Iskan. Atau, tokoh agak tua yang telah cukup diperhitungkan, Moh Mahfud.
Pemenang pertarungan babak final antar capres berbagai partai itu hanya satu orang, yang akan menduduki kursi RI 1. Kalau terpilih jadi Presiden Republik Indonesia. Kalau tidak terpilih jadi Presiden Republik Panas Demam saja, ya.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H