***
Nalar publik di atas mengasumsikan semua proses hukum dari semua jenjang mulai dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan berjalan berintegritas, bersih, dan cakap. Tidak ada kasus pesanan bandar atau direkayasa. Juga tidak ada kasus yang lemah dasar hukum atau dipaksakan, semua kasus kuat dan memiliki bukti yang cukup.
***
Tersebutlah seorang aktivis LSM, seorang pejuang kemanusiaan, orang yang tulus tanpa pamrih, berjuang mengentaskan kemiskinan dan kebodohan di desanya tanpa dibayar sepeser pun. Karena ketenarannya maka banyak warga yang mendesaknya jadi anggota dewan (DPRD). Karena terus didesak, akhirnya ia bersedia maju. Pesaingnya adalah juragan yang cerdik dan licik. Pada babak penghitungan suara, si aktivis ini menang telak. Juragan lawannya terpurangah, malu tak alang kepalang. Pasalnya, sudah berpuluh tahun jurgan ini yang selalu menang langganan anggota dewan.
Hari pembalasan sang juragan pun tiba. Setelah si aktivis terpilih dan dilantik menduduki kursi dewan, anak panah serangan juragan diarahkan padanya. Dibuatlah rangkaian cerita dan skenario, dicarikan saksi-saksi, surat-surat yang nampak meyakinkan, lalu dikaranglah cerita bahwa si aktivis telah korupsi. Juragan dan pendukungnya melapor ke kantor pihak yang berwenang.
Karena tuduhannya korupsi dan supaya tidak dianggap pro koruptor, laporan itu pun ditindaklanjuti. Si aktivis yang sekarang sudah jadi anggota dewan ditetapkan sebagai tersangka. Proses ini pun berjalan.
Setelah ditetapkan tersangka barulah dihitung sangkaan kerugian keuangan negara. Hasil perhitunganya ternyata tidak ada kerugian keuangan negara. Si aktivis sama sekali tidak menikmati uang korupsi serupiah pun. Tapi semua sudah terlanjur, kasus sulit dihentikan karena tuduhannya korupsi. Kalaupun mau dibebaskan biarlah urusan hakim. Bisa ditebak akhirnya hakim membebaskan si aktivis.
Tapi kebebasan aktivis tidak memulihkan apapun. Ia sudah terlanjur ditahan selama hampir enam bulan, lah, bagaimana cara mengembalikan kebebasan orang yang sudah terlanjur dirampas?! Uangnya juga sudah banyak habis, sampai menjual rumah dan kendaraan sehari-hari demi membayar biaya-biaya resmi selama kasus berjalan hampir dua tahun lamanya. Bisakah uang si aktivis ini dikembalikan oleh aparat yang memprosesnya?!
***
Dalam pada itu, di tempat lain lagi. Ada kasus korupsi yang terdakwanya sudah terbukti di pengadilan menikmati uang negara, mencuri uang negara. Tak terbantahkan. Lebih satu miliar rupiah dikorupsinya. Ia pun sudah mengaku di depan hakim. Ia nampak memelas, begitupun barisan pengacaranya yang dibayar dengan honor yang jumlahnya diluar akal sehat.
Palu hakim akhirnya diketok. Tok! Si terdakwa divonis satu tahun dan enam bulan penjara, denda Rp.200 juta subsidair tiga bulan penjara, dengan uang pengganti tak sampai seperempat dari uang yang dikorupsinya. Dan, yang luar biasa, terdakwa banding!