Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meluruskan Praktik Outsourcing

29 April 2012   09:29 Diperbarui: 29 September 2015   09:41 9094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hanya saja dalam praktik, pengaturan UUK perihal outsourcing di atas sering menimbulkan penafsiran yang kebablasan. Setiap pekerjaan seolah bisa dialihdayakan, bahkan pekerjaan inti sebuah perusahaan sekalipun. Selain itu, perlindungan terhadap pekerja juga sangat minim karena pekerja diikat dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), sehingga habis kontrak habis juga hubungan kerja dengan perusahaan, dan tidak ada kewajiban perusahaan untuk memberikan kompensasi terhadap pekerja yang di-PHK. Hal ini harus diakui sebagai kelemahan elementer dari konsep norma outsourcing yang diatur dalam UUK.

Saking banyaknya penyimpangan praktik outsourcing dari konsep hukum positif dan teori hukum asalnya, sampai-sampai ada pemikiran untuk menghapus ketentuan perihal outsourcing tersebut dalam revisi UUK di masa mendatang.

Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011 yang menyatakan mekanisme kontrak kerja outsourcing terhadap objek pekerjaan yang bersifat tetap meskipun pekerjaan tersebut sifatnya penunjang, dan pekerjaan inti perusahaan, bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, normanya harus dipandang sebagai revisi hukum outsourcing yang sangat berarti bagi dunia kerja dan dunia usaha.

Adapun amar putusan MK No 27/PUU-IX/2011 tersebut berbunyi sebagai berikut:

    • Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
    • Menyatakan frasa "...perjanjian kerja waktu tertentu" dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa "...perjanjian kerja untuk waktu tertentu" dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
    • Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
    • Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Karena putusan MK ini, maka dua pasal yang ada di UU nomor 13 tahun 2003 itupun berubah dengan dihilangkannya kalimat 'perjanjian kerja waktu tertentu' dan 'perjanjian kerja untuk waktu tertentu.

Menoleh sejarah

Sebetulnya, lembaga hukum outsourcing bukan hal baru. Outsourcing telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda dahulu. Buktinya, perihal outsourcing ini telah diatur dalam Pasal 1601b KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek (BW). Hanya saja lembaga hukum versi BW ini berlaku umum untuk pekerjaan jangka pendek, tanpa pembatasan seperti halnya UUK. Dikatakan, "Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan."

Dengan demikian ada dua macam hukum yang menjadi landasan outsourcing, yakni (i) hukum administrasi negara sebagaimana diatur dalam UUK dan peraturan perundangan organik sebagai pelaksanaannya (yaitu Kepmenakertans No KEP-101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Kepmenakertrans No KEP-220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain); dan (ii) hukum perdata khususnya hukum perjanjian dalam KUH Perdata/BW.

Kemudian, terdapat tiga pihak atau subjek yang terlibat langsung dalam bisnis jasa outsourcing tersebut, yaitu (i) perusahaan pemberi pekerjaan, (ii) perusahaan penerima pekerjaan, dan (iii) pekerja dari perusahaan-perusahaan tersebut. Hubungan antara perusahaan pemberi kerja dan perusahaan penerima pekerjaan wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis.

Pekerja outsourcing sendiri hanya memiliki hubungan kerja dan karenanya digaji oleh perusahaan penerima pekerjaan. Hubungan kerja demikian tetap tunduk pada ketentuan hukum ketenagakerjaan sesuai perundangan yang berlaku. Yang belakangan, pasca lahirnya UUK, hubungan kerja demikian dituangkan dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu/PKWTT (untuk karyawan tetap), tapi umumnya dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT (untuk karyawan kontrak), tergantung kesepakatan para pihak.

Dalam kaitan ini, harus dibedakan antara dua jenis perusahaan pengerah jasa tenaga kerja, yaitu Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (PPJP/B). Perbedaan kedua jenis perusahaan tersebut adalah, PJTKI merupakan perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerjanya di luar negeri, sedangkan PPJP/B atau perusahaan outsourcing mempekerjakan pekerja/buruhnya hanya di dalam negeri.

Perbedaaan lainnya, pada perusahaan PJTKI, perjanjian kerja langsung ditandatangani oleh pekerja dan majikan, bukan oleh perusahaan yang mengerahkan tenaga kerja. Sebaliknya, pada PPJP/B, penandatanganan kontrak kerja bukan dilakukan oleh buruh dengan pemberi kerja, melainkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan dan perusahaan penerima pekerjaan. Adapun persamaan keduanya, baik PJTKI maupun PPJP/B, hubungan kerja (hak dan kewajiban kedua belah pihak) harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun