Parameter penguji etis atau tidaknya adalah begini. Bila Jakarta terancam ambruk atau hancur lebur bila ditinggalkan Jokowi, namun Jokowi tetap memutuskan meninggalkan jabatannya itu, maka secara etika Jokowi disebut "melanggar etika". Sama dengan pengacara yang meninggalkan kliennya dalam kedudukan yang sulit dan merugikan yang tak bisa diperbaiki maka si pengacara dapat dikategorikan melanggar etika.
Dalam konteks pencapresan, ancaman mudharat yang sama tidak terlihat. Sistem tetap berjalan. Jabatan gubernur yang ditinggalkan Jokowi akan otomatis diduduki oleh wakilnya (Ahok). Begitupun program kerja akan terus dijalankan oleh pejabat gubernur baru, hingga tiga tahun ke depan (selesai satu periode jabatan).
Pada saat yang sama, Jokowi dapat berperan melakukan hal yang tak bisa dilakukan untuk Jakarta selama menjadi gubernur, di jabatan barunya sebagai capres, yakni mengerjakan tugas pusat untuk mengatasi masalah Jakarta seperti banjir dan macet.
Apalagi jika serangan soal "etika" Jokowi tersebut dilakukan oleh kubu Prabowo (lawan politik Jokowi), misalnya. Ironis dan riskan sekali bila benar kubu Prabowo bicara etika di sini. Apa iya Prabowo layak disebut paling beretika mengingat bahwa Prabowo dipecat ABRI tahun 1998 lalu.
(Sutomo Paguci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H