Bagaimana jadinya bila Prabowo dan Jokowi "adu kening" dalam pilpres mendatang? Menarik untuk mengulik rekam jejak keduanya. Nanti akan ketahuan siapa yang lebih unggul dari sudut kehendak zaman, leadership, visi ekonomi, dan keluarga.
Capres reformis. Prabowo atau Jokowi, siapa yang lebih reformis sesuai kehendak zaman? Saya sepakat dengan kolumnis Kasra Scorpi, bahwa untuk mengetahui siapa yang non-reformis tinggal buka saja file sejarah tahun 1990-an khususnya tahun 1998. Siapa yang mebeckup kekuasaan represif waktu itu, siapa yang menggerakkan militer untuk melakukan tindakan represif, pembunuhan, penculikan dan kerusuhan massal. Dialah Prabowo.
Sesudah gerakan reformasi 1997-98, tiba-tiba Prabowo muncul begitu saja di kancah perpolitikan tanah air. Ia tiba-tiba muncul mencitrakan dirinya sebagai pahlawan, pengusung visi macan Asia, dst. Loh, terus bagaimana dengan kegiatannya di masa lalu?!
Sementara, pada kurun waktu yang sama, Jokowi adalah seorang pekerja keras, wirausaha mebel di Solo, dengan kehidupan yang jauh dari intrik politik, kekerasan militer, dan kekuasaan politik. Ia masih murni, semurni hati orang beriman. Tak ternoda oleh busuknya kekuasaan. Seolah sebuah "pertapaan" sebagai bekal untuk kemudian turun gunung menjalankan peran publik.
Capres berpengalaman. Jika Prabowo dan Jokowi adu kening soal pengalaman di eksekutif pemerintahan secara berjenjang, hasilnya telak. Jokowi berpengalaman hampir dua periode jabatan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Prabowo? Nihil. Sekalinya Prabowo berpengalaman di militer, eh, malah kena pecat.
Pengalaman Jokowi sebagai Walikota Solo gilang-gemilang mengubah kota ini menjadi lebih tertib dan manusiawi. Periode kedua ia terpilih kembali dengan perolehan suara lebih 90%. Luar biasa. Tak heran ia terpilih sebagai salah satu walikota terbaik di dunia. Waktu menjabat gubernur DKI Jakarta juga tak kalah gemilangnya.
Prestasi satu tahun Jokowi sebagai gubernur nyaris menyamai kalau tak disebut melampaui lima tahun jabatan Fauzi Bowo. Sumbatan-sumbatan birokratis semasa Foke jadi cair justru di era Jokowi yang baru seumur jagung. Banyak program pemerintah DKI Jakarta yang sudah puluhan tahun mandeg, tiba-tiba berjalan di era Jokowi.
Pengalaman berjenjang demikianlah yang disebut teruji dan dibutuhkan oleh pemerintahan sebuah negara seluas dan sekompleks Indonesia. Sebagai perbandingan, tradisi demokrasi di AS memperlihatkan sedikitnya 16 orang gubernur yang pernah nyapres. Gubernur dipandang berpengalaman di eksekutif pemerintahan, suatu posisi cabang kekuasaan yang sama dengan presiden.
Visi ekonomi. Saya barusan baca berita paparan singkat Jokowi soal visi ekonominya. Dikatakan, bahwa ekonomi yang hendak dibangunnya tidak hanya berfokus pada sisi makro, tetapi juga berimbang dengan sisi mikro. Sisi mikro yang dimaksud adalah menggerakkan ekonomi riel di tengah masyarakat. Keren. Hemat saya, inilah koreksi dari pembangunan ekonomi era SBY yang lebih kuat berporos pada ekonomi makro.
Sekali lagi, Jokowi sudah teruji soal aplikasi visi ekonomi demikian. Terbukti, saat menjabat Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, sektor ekonomi riel menjadi perhatiannya. Lebih detailnya silahkan para pakar ekonomi menilai soal ini.
Bandingkan dengan Prabowo. Prabowo sama sekali belum berpengalaman mengelola eksekutif dalam hubungannya dengan program ekonomi makro dan mikro ini. Paling-paling Prabowo pengalaman di organisasi HKTI dan itupun tidak kelihatan sukses, dimana kehidupan para petani afiliasi dengan HKTI begitu-begitu saja, setidaknya yang menjadi skop fungsi HKTI.