Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Warga Kecam Pemogokan Panitera

17 April 2014   15:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Ilustrasi /kompasiana (daily mail)"][/caption] Rabu (16/4/2014) kemarin terhitung sudah 44 pengadilan di seluruh Indonesia yang paniteranya melancarkan mogok kerja karena menuntut kesejahteraan, termasuk di Pengadilan Agama Payakumbuh, Sumbar. Hari ini, Kamis (17/4/2014), bukan tak mungkin pemogokan terus meluas. Warga mempertanyakan, mengapa panitera memilih harus mogok?! Bukankah ada pilihan lain yang lebih elegan, yakni: salurkan aspirasi tuntutan kesejahteraan tersebut melalui asosiasi Ipaspi: Ikatan Panitera dan Sekretaris Pengadilan Indonesia. Jangan karena kepentingan pribadi korbankan publik pencari keadilan. Coba tanya ke hati kecil, ke hati nurani, sebagai kompas moralitas seorang manusia, apakah mendahulukan kepentingan pribadi seraya mengorbankan kepentingan publik dapat dibenarkan dari sudut pandang moralitas? Di atas hukum ada moral. Pemogok itu tak pantas jadi pelayan publik jika fokus hidup hanya duit, duit dan duit. Orientasi pribadi begini cocoknya jadi pengusaha mandiri, swasta. Silahkan mundur dari PNS lalu jadi pengusaha, bebas perjuangkan kesejahteraan pribadi. Pangkal soal mogok ini karena cemburu dengan tunjangan dan penghasilan hakim. Dahulu, saat tunjangan hakim belum naik-naik, para hakim yang cemburu dengan tunjangan dan penghasilan staf pengadilan. Sekarang, saat tunjangan hakim sudah naik berkali-kali lipat, giliran panitera yang cemburu. Benar-benar kacau. Aparatur sipil negara (ASN) seperti panitera tentu saja berbeda dengan karyawan swasta atau buruh pabrik yang punya hak mogok sesuai UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. ASN tak punya hak mogok demikian. Silahkan baca UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, maupun aturan lama dalam UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sama sekali tak ditemukan hak mogok sebagai salah satu hak untuk meningkatkan kesejahteraan. Itu undang-undang khusus, lex specialis. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana dijamin oleh konstitusi UUD 1945 dan UU No 9 Tahun 1998, tidak identik atau sama persis dengan mogok kerja kalangan panitera yang mengancam kepentingan publik. Mogok kerja para ASN untuk kepentingan pribadi seraya korbankan kepentingan publik jelas dan tandas sudah kebablasan. Bayangkan. Berapa banyak publik warga pencari keadilan di seluruh Indonesia yang terancam kepentingan gara-gara mogok para panitera. Sebagai warga, pengacara, dan sekaligus pewarta warga, penulis juga mengecam keras pemogokan para panitera tersebut. Beberapa warga (klien) yang kepentingan hukumnya penulis perjuangkan, baik di pengadilan negeri maupun pengadilan agama, saat ini terancam serius. Coba, bahkan ada klien dari Papua, yang masa cutinya terbatas dan harus terbang ribuan kilo meter demi menghadiri sidang mediasi yang wajib dihadiri secara langsung, otomatis kepentingan hukumnya terancam gara-gara mogok panitera. Atas dasar rasional demikian, cukup alasan Mahkamah Agung untuk mengambil langkah tegas terhadap para panitera yang mogok tersebut. Kapan perlu MA adili dan beri sanksi administratif yang tegas dan keras. Jangan lembek. (Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun