Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hihi... SBY Coba Politiki Megawati

29 April 2014   20:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:03 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pileg 2014 pada dasarnya adalah pertarungan dua kubu: rezim partai berkuasa vs oposisi. Kubu rezim berkuasa adalah Demokrat (poros), PPP, PKB, PAN dan PKS. Sedangkan poros kubu opoisi adalah PDI Perjuangan. Pemenangnya: PDI Perjuangan.

Dengan kata lain, SBY dan Demokrat adalah pihak yang kalah. Itu sudah jelas. Tahu-tahu, SBY bermanuver hendak mengubah posisinya yang kalah tersebut menjadi sebagai pemenang, manakala ia "bernyanyi" di Youtube menyampaikan maksud hendak menjalin komunikasi politik dengan Megawati (pastinya terkait koalisi dengan PDIP).

Kita tahu, SBY adalah mbah-nya pencitraan. Beliau tahu betul makna popularitas dan pencitraan dalam sistem pemilu langsung. Ia sudah merasakan manisnya: bahwa, hanya capres yang paling populer saja berkans menang. Dan capres terpopuler saat ini adalah Jokowi. Mendekat kepada capres yang paling mungkin menang adalah pilihan paling pragmatis yang paling masuk akal.

Komunikasi politik ala SBY via Youtube tersebut segera ditanggapi Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo. Tjahjo memberi isyarat bahwa adalah sulit (baca: menolak) ajakan koalisi kubu Partai Demokrat dengan alasan Partai Demokrat sudah punya capres peserta konvensi.

Saya melihat tanggapan kubu PDIP tersebut bukan dalam konteks memelihara konflik pribadi Megawati dan SBY. Melainkan memang konteks politik antar partai yang memang sudah seharusnya demikian, berhubung masing-masing partai sudah punya capres jagoannya, dan posisi mereka satu sama lain sebagai pemenang dan pecundang.

Bukan berarti pemenang dan pecundang tidak boleh berangkulan demi kejayaan nusa dan bangsa. Tidak ada larangan untuk itu. Hanya saja akan menjadi dagelan yang tak lucu, pihak yang kalah merapat ke pemenang untuk menikmati kue kemenangan dalam peratarungan yang mengalahkannya.

Posisi demikian---menjadi oposisi---yang dulu diambil PDIP ketika kalah dalam pertarungan melawan Demokrat. PDIP tidak mau diajak berkoalisi oleh Demokrat.

Simpelnya, poros utama rezim berkuasa (baca: Partai Demokrat) sebaiknya menjadi oposisi sebagaimana halnya PDIP tahun 2004-2014, terutama jika capres yang diusungnya kelak kalah dalam pilpres mendatang, katakanlah sebagai konsekuensi logis dari kekalahan. Enggak lucu bila sudah jelas-jelas kalah tetap juga mau mencicipi kemenangan dengan mengesot ke pemenang.

Nampaknya kubu PDI Perjuangan sadar sedang "dipolitiki" oleh SBY...hihihi.

(Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun