Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Susahnya Menghadirkan Saksi

7 Mei 2014   14:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Palu Hakim | Kompasiana (Kompas.com, Daily Mail)"][/caption] Saat ini terjadi polemik di tengah masyarakat tentang penolakan SBY memenuhi permintaan KPK untuk didengar keterangannya sebagai saksi a de charge yang diminta oleh tersangka korupsi mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Alasan penolakan SBY adalah karena pihaknya merasa tidak memiliki pengetahuan tentang kasus Hambalang, yang disangkakan kepada Anas Urbaningrum. Polemik saksi a de charge demikian mirip dengan polemik serupa ketika tersangka korupsi Sisminbakum Yusril Ihza Mahendra meminta saksi meringankan dari Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, Megawati dan SBY. Peristiwa ini terjadi tahun 2010-2011 lalu. Perbedaan antara polemik kasus Yusril dan Anas dalam kaitan ini adalah: pada kasus Anas yang keberatan hadir adalah saksi a de charge sendiri (SBY); sedangkan dalam kasus Yusril, yang keberatan adalah pihak jaksa penyidik untuk menghadirkan (memanggil) saksi-saksi a de charge yang diminta Yusril tersebut. Penyidik waktu itu berpandangan saksi yang diminta Yusril tidak relevan. Karena polemik berkepanjangan akhirnya Yusril membawa kasus ini ke MK untuk menafsirkan pasal-pasal KUHAP yang dijadikan landasan hukum pemanggilan saksi. MK kemudian mengabulkan permohonan Yusril. Pada intinya MK berpendapat bahwa penyidik wajib memanggil saksi a de charge yang diminta oleh tersangka dan penyidik tidak dapat secara a-priori menilai tidak relevan sebelum saksi-saksi itu didengar keterangannya. Dengan kata lain, penyidik tidak memiliki kewenangan untuk menolak memanggil saksi a de charge yang diminta tersangka. Hal mana jika kita baca KUHAP memang demikianlah adanya. Pasal 116 Ayat (4) KUHAP tegas menyatakan "...penyidik wajib memanggil saksi dan memeriksa saksi tersebut." Saksi yang dimaksud ayat ini adalah saksi yang menguntungkan dan diminta tersangka sebagaimana disebutkan dalam Ayat (3) pasal yang sama. Permasalahan dalam kasus Anas: yang diwajibkan hukum untuk memanggil saksi a de charge tersebut adalah penyidik, hal mana jika diminta oleh tersangka, namun si (calon) saksi a de charge (SBY) menolak hadir karena merasa tak relevan dan merasa tidak ada kewajiban dirinya untuk hadir. Bila kita cermati KUHAP sekali lagi memang akan terlihat jelas ketiadaan norma dalam KUHAP yang dapat memaksa saksi a de charge untuk memenuhi panggilan; tidak ada satupun pasal dalam KUHAP yang mengatur bahwa saksi a de charge pihak tersangka dapat dipanggil paksa sebagaimana halnya saksi yang dihadirkan pihak penyidik (saksi de charge). Saksi pihak penyidik (saksi de charge) dapat dipanggil paksa dengan menggunakan tangan kepolisian apabila telah dua kali berturut-turut menolak hadir tanpa alasan yang jelas. Berbeda dengan saksi pihak tersangka (saksi a de charge) yang tak ada aturannya bisa dipaksa hadir. Disinilah kubu SBY memanfaatkan celah aturan hukum untuk menolak hadir. Pendapat saya, langkah yang diambil kubu SBY saat ini sudah benar. Karena kenyataannya memang tidak ada aturan normatif dalam KUHAP yang menyatakan saksi yang diminta pihak tersangka wajib untuk datang memenuhi panggilan. Namun demikian, benar belum tentu ideal. Yang ideal, menurut saya, SBY datang memenuhi permintaan Anas via KPK tersebut. Hal mana sebagaimana dilakuan JK dan Kwik Kian Gie yang bersedia menjadi saksi yang menguntungkan pihak tersangka Yusril (waktu itu). Rasionalnya keidealan itu adalah: pertama, yang layak menentukan relevan atau tidak sebelum pemanggilan adalah pihak tersangka dan, kedua, yang layak menentukan relevan tidaknya isi kesaksian adalah pihak penyidik setelah penyidik memeriksa saksi tersebut. Dalam hubungan ini, harus ada garis tegas demikian untuk menghindari polemik berkepanjangan, yang berpotensi menganggu proses hukum. Kesulitan pihak Anas menghadirkan saksi demikian juga acap saya alami ketika hendak menghadirkan saksi yang menguntungkan klien. Halangan kehadiran saksi bukan saja dari diri saksi sendiri yang enggan hadir, kadang kala ada pihak ketiga yang memberikan penekanan atau teror sehingga calon saksi tak berani hadir. Dari kasus kongkrit ini dapat menjadi bahan masukan penting bagi perumus draf RUU-KUHAP. Bahwa, ke depan, perlu dipertimbangkan memasukkan norma saksi a de charge apakah wajib atau tidak untuk datang memenuhi panggilan pihak tersangka, baik ketika dipanggil secara langsung oleh tersangka maupun dipanggil melalui perantara penyidik. (Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun