Ambil contoh SK Walikota Bogor No 645.45-137 Tahun 2011 tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin, yang mengintervensi Putusan Pengadilan TUN Bandung No 41/G/2008/PTUN.BDG tgl 4 September 2008 jo. Putusan PT TUN Jakarta No 241/B/2008/PT.TUN.Jkt tgl 11 Februari 2009 jo. Putusan PK MA No 127 PK/TUN/2009 tgl 9 Desember 2010, yang memenangkan pihak GKI Yasmin terkait pencabutan/pembekuan IMB GKI Yasmin oleh Kepala DTKP Kota Bogor dan Walikota Bogor.
Intervensi kepala daerah terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat disamakan dengan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) yang berdimensi hukum keperdataan dan administrasi negara. Putusan hakim sama dengan undang-undang yang harus dijalankan.
Konsekuensi intervensi demikian, kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya karena melanggar sumpah/janji jabatan untuk memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala undang-undang dengan selurus-lurusnya [vide Pasal 29 Ayat (2) jo. Pasal 110 Ayat (2) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah].
Keempat, presiden menginstruksikan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri untuk mencabut Peraturan Bersama No 9 Tahun 2006/8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukungan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukungan Umat Beragama, dan Pendirian Rumat Ibadat ("PB 2 Menteri").
Secara norma dan pelaksanaannya, PB 2 Menteri tersebut menjadikan negara melalui aparatur negara sebagai "hakim keyakinan" lantas memihak salah satu diantara berbagai keyakinan. Harusnya, negara tidak boleh memihak keyakinan tertentu dalam sebuah relasi antar keyakinan agama melainkan harus mengayomi semua keyakinan agama, melindungi dan memenuhi rasa aman beragama.
Lihat saja praktik PB 2 Menteri tersebut telah dijadikan dasar hukum kepala daerah untuk mempersulit pendirian rumah ibadah, seperti pendirian GKI Yasmin di Bogor. Negara melalui aparatnya telah merangkap polisi-keyakinan, jaksa-keyakinan dan hakim-keyakinan secara sekaligus.
Kelima, khusus terkait konflik jemaat Syiah di Sampang, presiden menginstruksikan Menteri Agama, Mendagri, Kapolri dan Gubernur Jawa Timur untuk mengembalikan jemaat Ahmadiyah yang terusir kembali ke kampungnya, serta menjamin keselamatan mereka.
Pelaksanaan inpres ini dapat pula dikaitkan dengan politik anggaran. Daerah-daerah yang berhasil melaksanakan inpres penataan toleransi beragama di Indonesia dapat ditambah anggarannya. Sebaliknya, dikurangi anggarannya apabila dinilai gagal. Tiga daerah terbaik dapat dijadikan daerah percontohan kerukunan beragama di Indonesia.
(Sutomo Paguci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H