Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Doyan Tempe di Eropa, Bagaimana ?

2 Februari 2025   05:00 Diperbarui: 1 Februari 2025   20:25 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempe (sumber gambar:hukum.unsu.ac.id)

Tempe adalah makanan favorit di Indonesia, dari rakyat kecil hingga yang tinggal di gedongan. Kalau ingin membeli tempe cukup mudah di Indonesia, nah kalau kita tinggal di Eropa bagaimana cara membelinya ?

Milvi Silka, diaspora Indonesia kelahiran Banda Aceh yang pertama kali mengenal Swiss pada 2015, lalu setelah menyelesaikan kontrak kerjanya di Jakarta. Pada 2021 mulai menetap di Swiss, dekat perbatasan Jerman (Rheinvelden).

Milvi (sumber gambar: Koteka)
Milvi (sumber gambar: Koteka)

Karena suami Milvi yang orang Swiss adalah penggemar tempe, khususnya tempe goreng, maka Milvi harus belanja di toko yang mengimpor dari Belanda. Naasnya setiap datang, selalu kehabisan karena sudah diborong pelanggan lain. Padahal harganya cukup mahal, 2,5 euro.

Pada kesempatan webinar Koteka Talk 123, yang diselenggarakan Koteka, komunitas traveler Kompasiana, Milvi sempat bercerita suka dukanya memperoleh tempe di Swiss.

Karena setiap ke toko selalu kehabisan, maka Milvi memutuskan untuk membuat sendiri. Dengan cara belajar dari YouTube.

Saat pulang ke Indonesia, Milvi menyempatkan membeli ragi tempe, sedangkan kedelainya dibeli di Swiss.

Karena proses pembuatan tempe memerlukan tenaga, maka Milvi minta bantuan suaminya.

Kesulitan pertama adalah perbedaan suhu, antara Indonesia dan Swiss. Dalam proses pembuatan tempe dibutuhkan suhu kamar yang hangat, maka saat musim dingin semua pemanas di rumah terpaksa dihidupkan.

Cara membuatnya, pertama-tama rendam kedelai selama 40 menit, lalu kupas kulit Ari dengan tangan (konon kabarnya kalau di Indonesia diinjak dengan kaki).

Saat pertama membuat ditaburi tepung tapioka, lalu direbus selama lima jam, diremas-remas, baru dicuci bersih. Lalu mulai dibungkus dengan plastik, dan didiamkan ditempat yang hangat. Sebenarnya bisa di dalam laci, tetapi karena laci di rumahnya penuh, maka diletakkan dibawah kasur, selama dua hari dua malam.

Percobaan pertama justru berhasil, meski agak seperti keripik.

Percobaan kedua justru gagal, mungkin karena kedelai kurang kering, sehingga ragi tidak berkembang.

Sampai saat ini belum ada niat untuk memproduksi dalam jumlah banyak untuk dijual, meski Milvi sering buka PO ke teman-temannya misal rempeyek.

Saat ini hanya membuat untuk keperluan keluarga. Dengan kedelai setengah kg diperoleh tiga bungkus tempe.

Selain digoreng, variasi lainnya digulai, urak arik tempe, tempe penyet karena suami suka pedas, bahkan dikonsumsi dalam kondisi mentah.

Meski bila disimpan di freezer bisa awet, namun rasanya berkurang enaknya, sehingga Milvi memutuskan membuat seperlunya saja.

Nah, begini repotnya bila ingin mengkonsumsi tempe di Eropa. Namun dimana ada usaha pasti akan berhasil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun