Kompas adalah salah satu media yang tetap mempertahankan rubrik Sastra, sebagai amanah dari pendirinya, almarhum Jacob Oetama.
Meski media lain mulai menghilangkan rubrik Sastra karena dianggap mengurangi laba perusahaan yang sudah makin menipis, maupun kurangnya penulis yang menyuplai tulisan bermutu.
Kompas sendiri mulai menayangkan cerita pendek (çerpen) sejak 1971. Dan nenerbitkan buku kumpulan çerpen pilihan pada 1992, serta mengadakan acara tahunan Anugerah Çerpen Kompas sejak 1982.
Khusus çerpen tahun 2023 jumlah çerpen yang tayang pada Kompas Minggu adalah 49 çerpen, karena ada dua hari libur pada hari Minggu.
Dari 49 çerpen yang ada, lima juri menominasikan  20 çerpen, diantaranya ada karya penulis kondang Seno Gumira dan Putu Wijaya.
Bagi Kompas, çerpen itu bukan sekadar tulisan, tetapi nyawa, yang berfungsi sebagai saksi zaman yang selalu berubah.
 Bila selama 10 tahun berselang, piala yang diberikan kepada peraih Anugerah Çerpen Kompas adalah "Malaikat Kata" karya I Nyoman Nuarta. Maka mulai tahun ini diganti dengan piala hasil disain Delarosa Sinaga, perupa asal Yogya. Yang berwarna emas, dan belum memiliki nama dan diusulkan menggunakan nama "Sastra Emas".
Anugerah Çerpen Kompas 2023 diraih oleh Aveuz Har, nama pena dari Harso, penjual Mie Ayam asal Pekalongan, dengan karyanya "Istri Sempurna".Pengumuman dilakukan pada hari Jumar20 Desembe2024 di Bentara Budaya, Jakarta.
Çerpen yang berkisah tentang seorang istri yang sempurna selama tiga tahun perkawinan, namun harus diceraikan. Karena sang istri hanyalah mesin kecerdasan buatan (AI) bukan manusia.
Çerpen ini terpilih karena memenuhi kriteria empat pilar yang ditentukan Kompas, yakni sesuai dengan Amanat Hati Nurani Rakyat, transenden, keberpihakan pada yang kalah / kurang berdaya, dan kemajemukan, demikian penjelasan M.  Hilmi Faiq, salah satu juri pada talk show bersama Harso, setelah acara pengumuman pemenang. Talk show dimoderatori oleh pemandu acara.
Hilmi juga menjelaskan dalam penjurian yang diutamakan adalah rasionalitas bukan perasaan, baru dilakukan analisa konten.
Hilmi juga mengatakan Kompas tetap menghargai karya penulis yang kaya imajinasi, meski untuk membayar honor penulis selama satu tahun mencapai 50 juta Rupiah, lebih menguntungkan berlangganan aplikasi AI yang hanya dibawah 5 juta Rupiah satu tahun. Karena Kompas lebih menghargai imajinasi penulis (manusia) daripada sekadar çerpen buatan mesin.
Memang untuk berhasil tayang di Kompas, harus sanggup menyisihkan ratusan bahkan ribuan karya penulis lain. Cara kerja Kompas menggolongkan çerpen yang masuk kriteria, pada golongan A dan B. Prioritas utama tentu yang golongan A, namun bila karya-karya yang masuk kurang baik, maka terpaksa yang masuk golongan B yang akan ditayangkan.
Sementara Harso mengemukakan bahwa ia sebenarnya bukan hobi menulis, tetapi membaca. Namun ternyata dalam hal menulis Harso bukan kaleng-kaleng, karena merupakan penulis novel "Yak Ada Embusan Angin" (2023) yang menarik perhatian juri Sayembara Novel Deean Kesenian Jakarta dan penulis novel "Forgulos" (2019).
Harso yang masih tampak gugup, mengakui tidak mengira cerpennya mampu terpilih meski harus bersaing dengan penulis kondang. Bagi Harso dapat menembus Kompas saja sudah sebuah prestasi.
Harso juga terlibat aktif dalam komunitas Labita (Laboratorium Ide dan Cerita).
Selamat dan sukses untuk Harso. Peraih Anugerah Çerpen Kompas 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H