Ternyata penjualnya tidak mengetahui apa itu ramyeon. Berarti dia belum pernah menjualbya. Anto lalu segera menuju mini market, yang terletak sekitar 100 meter dari lapak Madura. ia yakin disana pasti ada.
Anto segera memarkir sepeda motornya, dan menuju ke counter mie siap saji. Yang banyak tentu mie siap saji produk nasional dengan berbagai merek dan variasi rasa. Harus ada ramyeon, pikir Anto.
Memang benar pada salah satu sudut terdapat dua jenis ramyeon, dalam jemasan plastik kotak dan gelas (cup). Harganya yang dengan gelas dua kali harga yang dalam kemasan plastik. Anto memutuakan membeli dua bungkus yang kemasan plastik. Toh di rumah bisa direbus di wajan, lalu dituang ke piring bila sudah masak.
Dengan semangat 45, Anto memasuki rumahnya. Rumah madih sepi, rupanya Evi masih menonton drakor di rumah tetangga. Anto ingin memberikan kejutan bagi istrinya, maka ia menyalakan kompor dan mengisi wajan dengan air.
Setelah air mendidih, dirobeknya bungkus plastik ramyeon, dan mie ramyeon dimasukkan ke dalam air panas. Memasukkan bumbu, bawang bombai dan jamur, wah yang kurang telur rebus. Anto mengambil telur dari kulkas dan merebusnya.
Saat Evi pulang, ramyeon hangat sudah terhidang di meja makan.
"Sedap sekali mas baunya, pasti enak rasanya", celoteh Evi.
Dalam hati Anto komat kamit berdoa, semoga tidak ada permintaan juliner Korea lainnya lagi. Kalau Evi minta bibimbap atau lainnya, terpaksa harus ke resto Korea. Padahal dia lagi berhemat guna menyambut kehadiran anak pertamanya.
"Enak mas." seru Evi. "Kamu nemang suami nomor wahid yang mencintai istri dan calon anaknya. Aku ga akan minta kuliner lainnya."
Sudah satu bulan lewat, tak ada permintaan khusus dari Evi. Namun suatu malam, tiba-tiba Evi merajuk lagi "Mas, aku kepingin minum Sendang Ayu".