Mungkin mereka masih bisa berkumpul dalam rapat senat mahasiswa di kampus atau rapat OSIS di sekolah. Namun apakah mereka masih memiliki niat yang sama ?
Memang niat yang sama harus didukung oleh sesuatu yang besar. Pada tahun 1928 pemuda-pemuda dapat bersatu karena niat ingin merdeka. Nah, sekarang mestinya pemuda-pemuda membuat niat yang sama, misal untuk memberantas korupsi.
Sulitnya, mereka yang berada di dalam keluarga yang orangtuanya korupsi, apakah berani melawan orangtuanya sendiri ?
Satu tanah air
Bangga akan tanah air bisa diwujudkan dengan berwisata ke pulau-pulau di seluruh nusantara. Saat berwisata tidak perlu merasa kecil / rendah diri, bila berwisata di dalam negeri. Yang berwisata keluar negeri jangan merasa lebih bergengsi saat mengunggahnya di media sosial  Jadi, harus menjadi kebiasaan mengunggah foto / video saat ke Danau Toba atau Borobudur, jangan mengunggah hanya saat berwisata ke Perth atau Paris saja.
Karena Indonesia memiliki panorama alam yang tak kalah menarik bila dibandingkan destinasi wisata di luar negeri. Pantai kita punya Mandalika, Labuan Bajo, Wakatobi, Raja Ampat dan Derawan. Gunung kita memiliki Semeru, Rinjani dan Sindoro-Sumbing.
Juga secara ekonomi kita harus mengembangkan UMKM agar produk dan jasanya mampu bersaing di dalam negeri maupun di pasar ekspor.
Bangga pada sikap nasionalisme, tapi jangan terlalu sempit, kita harus  mampu berhasil di kancah global.
Satu bahasa
Lalu mengenai pemakaian bahasa, meski bahasa Indonesia tetap eksis sebagai bahasa pemersaru. Namun kita dapat dengan mudah menemukan sekelompok anak muda yang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin dalam pergaulan sehari-hari. Menang ke dua bahasa ini sekarang sedang trend menjadi bahasa komunikasi global atau antar bangsa. Juga ada sekolah yang anak didiknya memperoleh nilai bahasa Indonesia  lebih rendah daripada nilai bahasa asing. Ironis ya ?
Sebailknya bahasa Indonesia tetap digunakan secara masif pada konten-konten di media sosial.