Kampung yang tertata rapi, dengan bangunan  jadul yang masih memiliki pintu vintage, juga pintu style Belanda dengan pintu bagian atas dan bagian bawah, sehingga pemilik rumah dapat melihat keluar tanpa membuka seluruh pintu.
Keistimewaan kampung ini, karena sempit mobil tidak bisa lewat, dan sepeda motor dilarang dikendarai, harus dimatikan dan dituntun. Agar tidak menggangu annak-anak yang sedang belajar di TK atau pesantren dan para ulama. Dulu pernah menjadi sentra batik. Jadi sangat aman bagi pejalan kaki.
Bangunan disini coraknya beragam, memiliki  pintu dan jendela dengan plafon tinggi, perpaduan arsitektur Belanda dan Jawa yang dibangun sekitar tahun 1600. Ada juga yang berhias kaca patri ala Eropa.
Jalan kaki melalui kampung menyenangkan, karena bisa bertegur sapa dengan warga lokal, yang penuh senyum dan kesderhanaan.
Tibalah di jalan Ngasem yang di ujungnya terdapat Pasar Ngasem yang terkenal untuk sarapan. Disana pagi sudah ramai sekali dengan orang-orang yang selesai berolahraga, jalan kaki, lari, atau bersepeda.
Sarapan di Pasar Ngasem banyak pilihan, mau sekadar camilan seperti jajan pasar, wingko, apem hingga makanan berat seperti nasi campur, empal gentong, dan soto.
Rute kedua, melintas kawasan Tamansari dari sisi kiri. Untuk rute ketiga dari sisi kanan. Intinya memilih jalan kampung yang jarang dilalui kendaraan. Tujuan  akhirnya selalu di Pasar Ngasem.
Ruta bisa dibuat bervariasi agar tidak membossnkan. Kadang ketemu jalan buntu, sehingga terpaksa balik arah.Tapi sangat menyenangkan karena santai saja, tidak dikejar waktu.
Berolahraga sambil melihat-lihat suasana heritage dan budaya memang menyenangkan. Tubuh bugar, mata mendapat pemandangan yang berbeda dengan suasana kota. Lagipula aman, karena jauh dari lalu lalang kendaraan.
Ini ceritaku, bagainana kisahmu ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H