Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kontroversi Tugu Peringatan 200 Tahun Cornelis Chastelein

3 November 2024   05:00 Diperbarui: 3 November 2024   06:46 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila kita melintas di jalan Pemuda, Depok, tepatnya nomor 9. Kita akan menemukan salah satu bukti sejarah kota Depok.

Ya, disitu berdiri tegak Tugu Peringatan 200 Tahun Cornelis Chalestein  Berbentuk obelisk seperti Toegoe Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia   di Taman Proklamasi, Jakarta, di dekat Tugu Petir dan Monumen Proklamasi.

Tugu di Depok ini dibangun sebagai ungkapan rasa terima kasih bagi Kaoem Depok atas jasa Cornelis Chastelein yang telah membebaskan para mantan budak berdasarkan surat easiatnya.

Tugu ini dibangun dan diresnikan tanggal 28 Juni 1914. Tepat pada 200 tahun wafatnya Cornelis Chastelein.

Dulu tanggal 28 Juni selalu dirayakan sebagai C. Chastelein Dag (Hari C. Chastelein).Dan kemudian dirayakan sebagai Depoksche Dag (Hari Depok). Sekarang  hanya dirayakan Kaoem Depok, sehingga berubah menjadi Hari Kaoem Depok.

Tugu ini berdiri di halaman kantor Gemeente atau kantor presiden Depok. Karena tugasnya mengatur hasil pertanian, maka di bagian belakang kantor ini terdapat lumbung padi, untuk menempatkan hasil panen yang disetorkan oleh petani pada Gemeente. Lalu Genentech akan mengatur pembagian padi kepada rakyat miskin.

Dalam sejarahnya yang tertulis pada prasasti di depan tugu, kantor Gemeente pernah menjadi tangsi polisi pada 1960 dan tugu sempat dibongkar. Tahun 1967 menjadi balai pengobatan dan sejak 11 Juni 1967 ditingkstkan menjadi Rumah Sakit. Dan sejak 1990  Rumah Sakit Harapan Depok dikelola sebuah Yayasan Kesehatan dan cukup banyak merawat pasien saat pandemi Covid merebak.

Paska berakhirnya Covid, Yayasan Kesehatan  tidak melanjutkan kiprahnya, dan mengosongkan Rumah Sakit tersebut.

Akibatnya bangunan dan halaman menjadi tidak terawat, banyak tumbuh rumiput liar, dan atap bangunan sudah mulai runtuh.

Pintu pagar selalu terkunci, hanya dibuka untuk kunjungan wisatawan Heritage Depok atas seizin pengelola Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC).

Kondisi tugu dan sekitarnya, dapat dilihat dalam video,


.

Pendirian tugu ini menimbulkan kontoversi bagi sebagian warga Depok yang bukan termasuk Kaoem Depok. Mereka berkali-kali melakukan aksi demo untuk meruntuhkan tugu ini, dengan alasan berbau kolonial. khususnya bagi warga yang sangat pro Republik.

Sebagian Kaoem Depok banyak yang pindah ke Belanda, karena merasa kurang nyaman tinggal di Depok. Kini hanya tinggal ratusan keluarga, yang sering disebut "Belanda Depok". Secara fisik berkulit gelap seperti penduduk pulau Jawa lainnya, namun fasih berbahasa Belanda. Salah satunya menjadi pakar sejarah Depok, Boy Loen yang kami temui.

Memang dalam memutuskan nasib tugu ini, kita harus melihat dari banyak sisi. Dari sisi semangat kepahlawanan, tentu kita   boleh beranggapan bahwa tugu ini tidak perlu, karena sangat mengkhianati perjuangan.

Sebaliknya, bagi Kaoem Depok, Cornelis dianggap berjasa, karena sudah mrmbebaskan status mereka dari perbudakan, bahkan mewariskan tanah Depok yang pernah dibeli Cornelis.

Jadi, masing-masing pihak mempunyai sisi benarnya, apalagi Cornelis berbeda dengan  orang Belanda lainnya. Cornelis sangat menjunjung tinggi martabat manusia. Bila di bagian tanah bekas jajahan Belanda lainnya, masyarakat sengaja dibuat bodoh dan tertinggal. Cornelis justru mendirikan dua sekolah, satu berbahasa Melayu (cikal bakal SMPN  1 Depok) dan satu berbahasa Belanda. Dan mewajibkan budak-budaknya untuk belajar baca tulis pada sore hari. Jadi tidak seperti orang Brlanda lainnya yang bersifat penjajah murni, Cornelis justru memajukan warga Depok melalui pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Inggris oada tanah jajahannya.

Semoga Pemkot Depok dapat menyikapi secara bijak, agar dapat diterina oleh Kaoem Depok dan warga Depok lainnya.

Note: ditulis berdasar penjelasan dan presentasi  Boy Loen pada acara Hertage Depok, kolaborasi Click dan Kreatoria, tanggal 28 Oktober 2024.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun