Cornelis yang mendatangkan ratusan budak dari Bali untuk menggarap perkebunan, justru menganggap budak-budaknya sebagai anak angkatnya. Hal ini terbukti Cornelis mewariskan tanah Depok kepada 100 mantan budaknya dan pada surat wasiatnya membebaskan dari perbudakan.
Cornelis juga memperhatikan kemajuan budaknya. Setelah bekerja dari pagi hingga jam 14.00, pada jam 16.00 diwajibkan belajar baxa tulis (tempatjya yang sekarang menjadi gereja Immanuel). Terkait dengan pekerjaan misionaris, sebagian budak diajarkan iman Kristen sehingga di baptis secara suka rela.
Selain itu Cornelis juga mendirikan 2 sekolah, satu menggunnakan pengantar bahasa Melayu, dan satunya menggunskan bahasa Belanda.
Saat itu pada jereta api dikenal tiga kelas, kelas 1 untuk warga Eropa, kelas 2 untuk warga non Eropa, dan kelas 3 untuk rakyat kebanyakanm. Karena saat itu sebagian warga Depok ada yang fasih berbahasa Belanda, dan mudah bekerja di Batavia, sehingga muncul sebutan "Belanda Depok".
Kebaikan Cornelis dipandang sangat berjasa bagi warga Depok. Namun sebagian  warga justru menganggap warga Depok asli sebagai sntek penjajah. Yang menyebabkan kerusuhan sosial yang dikenal sebagai "Gedoran Depok".
Saat itu semua warga laki-laki ditahan di Bogor, sedangkan warga oerempuan dan anak-anak ditahan di Depok yang rencananya akan divakar hidup-hidup.
Itulah sebabnya mereka minta bantuan Sekutu yang akan datang bersama orang Belanda, setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia kedua.
Perempuan dan anak-anak berhasil dibebaskan tentara sekutu dan dibawa ke Bogor untuk diperyemukan dengan suami dan ayah mereka.
Boy juga menyangksl bahwa Depok sudah merdeka lebih dulu dari NKRI. Menurutnya, posisi pemerintah praja atau Gemeente hanyalah setara dengan Kepala Desa sekarang. Hanya mengelola masalah pertanian. Memang benar, Gemeente terdiri dari 5 orang, seorang presiden, seorang sekretaris, dan 3 anggota. Jadi 4 presiden Depok bukan setara dengan presiden NKRI.
Boy juga menjelaskan bahwa rumah yang sekarang digunakan untuk Cornelis Koffie adalah rumah yang dihadiahkan oleh Pemerintah RI kepada asisten residen Bogor yang sukses melakukan negosiasi dengan presiden terakhir Depok.