Seperti kita ketahui bersama, dua tahun terakhir ini, kawasan Malioboro, Jogja telah ditata rapi oleh Pemkot Yogyakarta.
Di beberapa ruas jalan di sepanjang Malioboro yang memiliki trotoar yang lebar, khususnya di Teras Malioboro 1 & 2, sering manggung para seniman / musisi yang difasilitasi oleh Dinas Pariwisata Pemkot.
Bahkan bila Pemkot sedang mempunyai even, misal saat ulang tahun kota Jogja, musisi jalanan ini sering di booking untuk manggung pada Festival Malioboro.
Musisi yang tampil tidak hanya yang berdomisili di Jogja dan sekitarnya saja, bahkan ada yang dari Jakarta.
Musisi ini asalnya dari berbagai daerah di Indonesia, karena sebagian besar memasuki Jogja sebagai pelajar / mahasiswa. Itulah sebabnya lagu yang dinyanyikan sangat bervariasi. Tidak hanya lagu Jawa saja, ada lagu Batak, NTT, Manado, Maluku, Papua, juga lagu pop baik Indonesia maupun internasional.
Bila menyanyikan lagu pop, busana yang dikenalan bebas. Namun bila menyanyikan lagu daerah acapkali berseragam batik atau lurik.
Tujuannya menghibur masyarakat yang mengunjungi kawasan Malioboro. Itulah sebabnya mereka selalu meletakkan ember atau kotak kosong, agar masyarakat yang merasa terhibur bersedia memberikan donasi yang nilainya bersifat sukarela.
Masyarakat juga diperkenankan minta lagu favorit atau lagu kenangannya / nostalgianya untuk dinyanyikan.
Jadi masyarakat selain menyaksikan dan mendengarkan musik, juga boleh ikut menari bahkan ikut menyumbangkan suaranya.
Musisi jalanan ini selain menggunakan alat musik modern, seperti gitar, drum, dan organ, juga sering menggunakan alat musik tradisional seperti gamelan, angklung, dan kulintang.