Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hitam Putihnya Kehidupan

11 Oktober 2024   10:00 Diperbarui: 11 Oktober 2024   10:03 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ( sumber gambar: pixabay)


Bila kita dihadapkan pada sebuah kertas dengaan gambar kotak berwarna hitam dan putih

Mana yang menjadi fokus bagi penglihatan kita ? Secara rata-rata kita akan lebih fokus pada kotak berwarna hitam.

Coba kita ganti, kotak berwarna hitam, diletakkan diantara kotak berwarna putih. Hasilnya kita juga lebih fokus pada kotak berwarna hitam.

Bahkan bila kotak berwarna hitam ini diganti dengan kotak kecil berwarna hitam atau titik kecil hitam diantara deretan kotak berwarna putih. Fokus penglihatan kita tetap pada kotak kecil berwarna hitam maupun titik hitam.

Kenapa hal ini terjadi ?

Karena dalam kehidupan manusia, perbuatan buruk atau jahat (dilambangkan warna hitam) akan selalu diingat, daripada kebaikan (dilambangkan dengan warna putih). Walaupun kebaikan itu telah dilakukan berulang kali, namun bisa lenyap oleh satu keburukan.

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal peribahasa yang berbunyi "karena nila setitik, rusak susu sebelanga".

Mau bukti ?

Saya pernah melakukan sekali kesalahan fatal pada sebuah proyek pelelangan bernilai ratusan juta Rupiah, gara-gara salah mengitimkan lampiran dokumen. Akibatnya, perusahasn kami dikenskan diskualifikasi.

Saya sempat kena marah boss, padahal saya telah berkali-kali memenangkan proyek pengadaan yang kalau dijumlah nilainya berkali lipat lebih besar.

Memang saya tidak kena sangsi PHK, namun sejak itu, saya tidak pernah kerja sendiri. Selalu ada teman yang ikut memeriksa pekerjaan yang saya lakukan.

Contoh lain, ada seorang anak yang berhasil diselamatkan oleh seorang mantan napi dari penculikan. Ketika orangtua menjemput, mereka langsung merebut anaknya dari genggaman tangan sang mantan napi. Seolah takut sifat kejahatan sang mantan napi akan menular kepada anaknya.

Dari dua contoh di atas, hendaknya bila kita sudah berbuat baik, berbuatlah baik, tanpa cacat. Sekali kita berbuat kesalahan, orang tidak akan mempercayai kita lagi. Meski kita sudah berbuat baik, bila dulu sering berbuat buruk, maka sifat itu tidak akan hilang.

Demikian pula bila kita dikenal jujur, jangan sekali-kali berbuat curang. Misal karena butuh dana, kita sempat melakukan kecurangan. Nah, orang tidak akan pernah mempercayai kita lagi. Dalam benak mereja, pasti kita sudah sering berbuat curang, hanya baru ketahuan sekali. Padahal memang kita berbuat curang, saat itu saja.

Memang sekali melakukan kesalahan, tidak akan termaafkan. Jadikanlah kesalahan itu sebgai pedoman, agar kita tidak mengulangi lagi

Memang manusia lebih mudah mengingat kesalahan atau keburukan manusia lainnya. Dibandingkan kebaikan yang telah dilakukan.

Ini hukum alam yang harus kita resapi dan camkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun